Jakarta (ANTARA News) - Marwah Daud Ibrahim terpilih sebagai salah seorang penerima gelar bangsawan "Batin Sri Petinggi Istana" dalam pertemuan Keraton-Keraton se-Nusantara di Menpawah Kalimantan Barat, Rabu. Acara penyerahan penghargaan di Istana Kerajaan Amantubillah Menpawah Kalimantan Barat itu, langsung diserahkan oleh Pangeran Ratu DR. Mardan Adi Jaya Ibrahim. "Saya tersanjung mendapat kehormatan itu," kata Marwah Daud kepada ANTARA News saat dikonfirmasi dari Jakarta, Rabu, mengenai penghargaan tersebut. Marwah menyatakan, pertemuan yang dikuti oleh sejumlah ratu dan raja keraton se-nusantara dan utusan luar negeri seperti dari Jepang, Brunei, Malaysia, dan Singapura itu menunjukkan masih adanya penghargaan terhadap kekayaan nusantara. Ibu tiga anak kelahiran Soppeng, 8 November 1956 ini, melihat ada aset bangsa keraton-keraton dan kesulatanan se-Nusantara yang perlu diberi peran dan diperlukan untuk membangkitkan nusantara, karena banyak nilai yang dapat diambil dari kerajaan masa lalu. "Malaysia menghormati kerajaannya, meski telah menjadi negara modern," kata ketua presidium Ikatan Cendikiawan Muda Se-Indonesia (ICMI). Marwah mengawali hidupnya di pedalaman Soppeng, sebuah kecamatan di wilayah Sulawesi Selatan, sekitar 200 kilometer Utara kota Makasar. Begitu terpencilnya, maka ia terbiasa belajar dengan nyala lampu teplok. Bahkan mengangkat batu dan pasir sebelum berangkat sekolah, dan ikut ke sawah untuk bercocok tanam. Anak kedua dari enam bersudara hasil perkawinan Muhammad Daud (almarhum), dengan Siti Rahman Indang ini dikenal rajin membaca dan kecerdasannya dikenal sejak SD. Ia tak sampai kelas enam, karena begitu menginjak kelas lima ia ikut ujian akhir, dan lulus sebagai juara. Marwah muda kemudian melanjutkan ke SMP Negeri Pacongkang, dan lulus 1970. Selanjutnya ia menginjakkan kakinya ke SPG Negeri Soppeng, Namun di kelas dua dia pindah ke SPG Negeri I Ujung Pandang, lulus tahun 1973. Pada tahun 1974 untuk pertamakalinya Marwah yang terpilih sebagai pelajar teladan se-Sulawesi Selatan berkunjung ke Jakarta, dan masuk Istana Negara atas undangan Kepala Negara. Ia banting setir, tidak lagi tergiur mengikuti ayahnya yang menjadi guru. Ia melanjutkan ke Fakultas Ilmu Sosial Politik Jurusan Komunikasi Universitas Hasanudin yang dirampungkannya tahun 1981. Marwah meraih master di American University, Washington DC, Amerika Serikat (AS), jurusan Komunikasi Internasional, tahun 1982 dengan bea siswa. Namun, sebelumnya ia menikah dulu dengan Ibrahim Tadju, rekan sesama aktivis semasa kuliah di Ujung Pandang. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai tiga anak, yakni Dian Furqani Ibrahim, Akmal Firdaus Ibrahim dan Bardan Raihan Ibrahim. Di AS, ia pun mengisi waktunya dengan bekerja sebagai asisten peneliti Unesco, dan Bank Dunia. Setelah mendapatkan gelar master, Marwah bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Habibie, Ketua BPPT saat itu, memberinya beasiswa ke AS lagi. Di universitas yang sama, ia mengambil Komunikasi Internasional bidang satelit. Ia akhrirnya menyandang gelar doktor di tahun 1989 sebagai lulusan terbaik yang di AS dikenal dengan sebutan distinction. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007