Kediri (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) menilai hukuman yang dijatuhkan pengadilan bagi pelaku pemalsuan uang, sampai saat ini tidak membuat pelaku jera. "Kami melihat sanksi hukum terhadap pelaku pemalsuan uang tergolong ringan dan sama sekali tidak menimbulkan efek yang menjerakan bagi pelaku," kata Pemimpin Kantor Bank Indonesia (KBI) Kediri, Jawa Timur, Imam Budiarso, Rabu (14/3) malam. Menurut dia, hukuman bagi produsen dan pengedar uang di Indonesia rata-rata dua sampai empat tahun penjara sehingga dianggapnya belum menjerakan. "Justru sebaliknya, selama di penjara para pelaku pemalsuan uang ini belajar dari sesama pelaku lainnya mengenai kelemahan kualitas uang cetakannya sehingga begitu mereka keluar sudah dapat membuat uang palsu dengan kualitas lebih bagus dari sebelumnya," ujarnya usai bertemu dengan pejabat kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan di Kediri. Ia mencontohkan, kasus seperti itu pernah terjadi di Wates dan Gurah, Kabupaten Kediri, ketika petugas menangkap pelaku pemalsuan uang adalah seorang residivis dalam kasus yang sama. Imam meminta agar ke depan pihak pengadilan menerapkan standar minimal dan maksimal dalam menjatuhkan vonis terhadap pelaku pemalsuan uang. Tingkat pemalsuan uang di Indonesia tergolong tinggi, yakni mencapai enam lembar dari setiap 10 juta lembar uang asli sehingga pemalsuan uang di Indonesia menempati peringkat kelima di dunia. "Namun demikian kami terus melakukan perubahan-perubahan pada bentuk uang untuk meningkatkan standar keamanan sehingga di masa yang akan datang tingkat kesulitan untuk memalsukan uang semakin tinggi," ujarnya didampingi Kasir Muda Senior KBI Kediri Slamet Widodo. Standar pengamanan uang di Indonesia sendiri sampai saat ini menduduki peringkat kedua di dunia setelah Italia. Sementara itu dalam kesempatan yang sama Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri Suharto mengatakan, untuk menjatuhkan vonis terhadap pelaku pemalsuan uang tergantung tingkat perbuatannya. "Dalam sistem peradilan disebutkan, majelis hakim berhak menghukum pelaku antara satu hari sampai 15 tahun. Dalam menjatuhkan hukuman, majelis hakim memiliki perasaan yang peka, apakah hukuman yang dijatuhkan itu adil bagi seseorang atau malah memberatkan," ujarnya menjelaskan. Menurut dia, seorang hakim sangat menghindari vonis yang justru membuat terdakwa sengsara, oleh sebab itu hakim memiliki pertimbangan rasa keadilan yang berbeda dengan perasaan para penyidik dan penuntut umum. "Terus terang, yang kami hadapi bukan hanya korban, penyidik, dan penuntut umum, tapi ada juga seorang terdakwa yang masih memiliki peluang untuk merubah nasibnya," kata Suharto. Oleh karena itu, lanjut dia, kewenangan hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap terdakwa tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun karena setiap hakim memiliki rasa keadilan yang berbeda-beda. Ia menyebutkan, sejak 2001 sampai 2007 ini hukuman terendah pemalsuan uang adalah tiga bulan, sedang tertinggi empat tahun. Mereka dari kalangan pengedar tidak sengaja sampai produsen.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007