Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan para investor global mulai meminati instrumen obligasi syariah atau sukuk untuk skema pembiayaan, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan industri keuangan syariah.

"Peningkatan atas permintaan produk sukuk didukung oleh ekspansi instrumen di berbagai sektor keuangan syariah seperti perbankan, pembiayaan dan takaful," kata Bambang saat menyampaikan pidato pembukaan seminar "Sukuk untuk Pembiayaan Infrastruktur dan Strategi Keuangan Inklusi" di Jakarta, Selasa.

Dalam seminar yang menjadi bagian dari acara Sidang Tahunan Grup Bank Pembangunan Islam (IDB) ke- 41 ini ikut hadir para panelis serta para pelaku keuangan syariah dari negara anggota IDB.

Bambang menjelaskan sektor perbankan membutuhkan sukuk untuk kebutuhan likuiditas dan keperluan kapitalisasi, sedangkan pengelola dana membutuhkan instrumen obligasi syariah ini untuk mendukung peningkatan kualitas produk syariah.

"Para pengelola tafakul juga berinvestasi pada sukuk untuk memperoleh risiko rendah dan mendapatkan imbal hasil yang menguntungkan dalam instrumen syariah," katanya.

Bambang menambahkan sebanyak 30 yurisdiksi di seluruh dunia sudah menerbitkan sukuk sebagai instrumen pembiayaan, dan jumlahnya diproyeksikan makin meningkat untuk mendukung likuiditas di sektor ekonomi syariah, seusai periode krisis 2008.

"Bahkan beberapa yurisdiksi mulai menerbitkan sukuk baru-baru ini, termasuk negara non muslim, seperti Inggris Raya, Luksemburg, Hong Kong dan Afrika Selatan. Sementara, negara-negara lainnya sedang berencana untuk menerbitkan sukuk dalam waktu dekat," ungkapnya.

Pesat

Menurut Menkeu, perkembangan sukuk yang makin pesat juga didukung oleh berbagai kemudahan dari instrumen berbasis syariah ini seperti adanya fleksibilitas dari segi struktur, jangka waktu serta underlying assets, yang seluruhnya memberikan kenyamanan bagi para investor.

Beberapa model sukuk yang sedang berkembang di dunia saat ini adalah sukuk murabahah, sukuk salam, sukuk wakala, dan berbagai sukuk lainnya seperti sukuk hibrida, sukuk hijau serta sukuk perpetual.

Indonesia telah mengembangkan instrumen sukuk negara sejak 2008 yang bermanfaat untuk mendukung pembiayaan negara, dan total penerbitan sukuk negara hingga 10 Mei 2016 mencapai Rp503 triliun atau 38 miliar dolar AS dengan total outstanding sebesar Rp380 triliun atau 29 miliar dolar AS.

Selain itu, sebagai salah satu negara penerbit obligasi syariah terbesar di dunia, Indonesia juga telah menerbitkan sukuk global sejak 2009 dengan total penerbitan sebesar 10,15 miliar dolar AS atau total outstanding mencapai 9,5 miliar dolar AS.

Untuk penerbitan sukuk global pada Maret 2016, pemerintah bahkan bisa menyerap dana sebanyak 2,5 miliar dolar AS, dengan total pemesanan mencapai 8,6 miliar dolar AS atau kelebihan permintaan hingga 3,5 kali, yang berarti ada respons bagus dari para investor global terhadap instrumen syariah Indonesia.

Selain itu, sejak 2012, pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan sukuk negara berbasis proyek yang bermanfaat untuk pembiayaan pembangunan sarana infrastruktur seperti rel kereta api, jalan tol maupun jembatan.

"Beberapa keuntungan dari penerbitan sukuk berbasis proyek, yaitu adanya sumber pembiayaan baru bagi pembangunan infrastruktur, sehingga bisa memberikan kepastian serta memberikan kegunaan yang lebih efektif bagi penerbitan sukuk," kata Bambang.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016