Pekanbaru (ANTARA News) - Tim Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi menyampaikan bahwa sebanyak 65 persen anggota DPRD Riau atau lebih dari setengah belum melaporkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara ke lembaga anti rasuah itu.

"Yang legislatif 65,57 persen belum lapor, artinya anggota dewan yang ada sekarang itu belum sampai 50 persen yang sudah melaporkan harta kekayaannya," kata Koordinator Tim Korsup KPK Sumatera Utara, Riau, dan Banten, Wawan Wardiana di Pekanbaru, Rabu.

Sementara itu, katanya, untuk kalangan eksekutif lebih baik yakni yang belum memberikan LHKPN sekitar 49,25 persen. Artinya, kata dia, eksekutifnya sudah lebih baik dari legislatif karena sudah lebih dari 50 persen yang melaporkan.

"Pelaporan itu adalah program tunas integritas yang sudah dilakukan hingga level kepala Satuan Kerja perangkat Daerah, seharusnya sudah aman. Karena itu bisa dikatakan obat generik yang diberikan, tapi belum mempan juga dan tetap saja korupsi berulang," tambahnya.

Seperti diketahui, lanjut dia, dari Riau sudah banyak eksekutif maupun legislatif serta swasta yang sudah berkunjung ke KPK dan tidak kembali lagi. Berdasarkan data yang ada, pencegahan reguler seperti LHKPN dan pengendalian gratifikasi sudah tidah ampuh lagi.

"Harus dikasih lagi obat paten," imbuhnya.

Oleh karena itulah, pada kepemimpinan KPK kali ini para komisioner mempunyai pikiran untuk mempunyai anak emas. Maka munculah enam daerah yakni tiga daerah yang sering jadi pasien KPK diantaranya Sumut, Riau, dan Banten.

Itu karena dari tiga daerah itu mulai dari gubernur, DPRD, dan pengusaha sudah tertangkap KPK. Selanjutnya tiga daerah lagi yang jadi anak emas adalah provinsi yang punya otonomi khusus yaitu Aceh, Papua, dan Papua Barat.

"Enam daerah ini menjadi fokus. Tiga daerah merupakan pencegahan pasca penindakan dan tiga daerah lagi karena banyak dana pusat mengalir ke daerah," sebutnya.

Pewarta: Bayu Agustari Adha
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016