Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyatakan menolak hukuman kebiri yang telah ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), karena menurutnya hukuman kebiri tidak menyentuh akar permasalahan kekerasan dan kejahatan seksual.

"Jadi saya berkali-kali menyampaikan secara prinsip pemerintah ingin memberikan pemberatan hukuman terhadap kejahatan yang dilakukan terhadap anak-anak itu bisa dimengerti tapi kalau bentuknya hanya itu, menurut saya belum menyelesaikan masalah," kata Hidayat usai memberikan sosialisasi Empat Pilar di hadapan siswa-siswi Sekolah Pemimpin Negarawanan (SPN) di Bandung, Rabu malam (1/6).

Alasannya, menurut Hidayat, pertama, karena hukuman itu dinilai bukanlah hukuman permanen. "Setelah dua tahun kemudian si yang bersangkutan dendam dan bisa melakukan kejahatan yang lebih jahat lagi, jadi itu menurut saya tidak menyelesaikan masalah karena selain hanya tidak permanen dan membuat dia bisa membuat kejahatan lagi, bahkan lebih dahsyat lagi," katanya.

Kedua, menurut Hidayat, kejahatan seksual tidak selalu terkait dengan libido. Menurutnya, sebagian besar pelaku sebelumnya terbiasa dengan minuman keras, narkoba atau penikmat pornografi.

"Ini kan tidak disentuh sama sekali, saya ibaratkan asapnya saja yang disentuh, apinya tidak disentuh, kalau apinya tidak pernah diselesaikan, maka akan muncul lagi-muncul lagi," katanya.

Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga dianggap Hidayat tidak melibatkan pemerintah daerah, padahal kejadian kejahatan banyak terjadi di daerah.

"Perppu tidak menyebutkan keharusan pemerintah daerah untuk melakukan perannya secara maksimal. Sebagian besar kasusnya di daerah-daerah, tapi kan enggak disebut nih, padahal faktanya kita sekarang di era otonomi daerah, pemerintah daerah sudah otonomi, mereka punya anggaran, punya kewenangan kalau saja seluruh pemda melakukan perannya secara maksimal dan itu yang lebih dekat, tapi kan enggak menyebut sama sekali, harusnya disebut. Maka dengan demikian pemerintah betul-betul hadir sampai ke struktur paling bawah," katanya.

Perppu juga dinilai Hidayat tidak menyebutkan tentang hak perlindungan dan ganti rugi yang harus didapat oleh korban.  "Padahal korbannya masyaallah traumanya, apalagi keluarganya. Jadi menurut saya, kalau masih memungkinkan diperbaiki, ya diperbaiki," pungkasnya.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016