Jakarta (ANTARA News) - Tokoh pers senior Sabam Pandapotan Siagian meninggal dunia pada usia 84 tahun, Jumat petang, setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Siloam Jakarta.

Kepergian Sabam meninggalkan kenangan bagi keluarga, kerabat serta rekan-rekannya, tidak terkecuali bagi wartawan senior Muhammad Ridlo Eisy.

"Pak Sabam merupakan seorang wartawan yang konsisten terhadap kode etik jurnalistik. Beliau tidak pernah kompromi dalam menegakkan prinsip jurnalisme," ujar Ridlo Eisy mengenang sosok Sabam Siagian.

Sabam Siagian tercatat pernah menjadi wartawan di Koran Sinar Harapan pada era orde lama, sebelum akhirnya koran itu diberangus atau dibreidel pada tahun 1986 dan berubah nama menjadi Suara Pembaruan pada masa orde baru.

Di tengah tekanan orde baru terhadap jurnalisme di Tanah Air, Sabam mampu bertahan sebagai wartawan dengan menjunjung tinggi idealismenya sebagai seorang "kuli tinta".

"Beliau tidak pernah ditahan pada zaman orde baru, tidak seperti beberapa rekannya yang pernah merasakan jeruji penjara," kata Ridlo.

Dalam kenangan Ridlo, sosok Sabam sebagai seorang jurnalis tidak sekeras Mochtar Lubis yang beberapa kali di penjara lantaran tulisannya. Sabam memilih diam jika tidak mampu menyampaikan kebenaran.

"Beliau selalu menyuarakan kebenaran. Kalau tidak bisa menyuarakan sesuatu yang benar maka beliau diam," kata Ridlo.

Dengan konsistensinya menjaga marwah jurnalistik, Sabam mampu membanggakan dunia jurnalistik dengan dipilih sebagai Duta Besar Indonesia untuk Australia periode 1967-1973.

"Ini sangat membanggakan di mana seorang wartawan terpilih sebagai seorang duta besar," kenang Ridlo.

Sejatinya semasa muda, Sabam diarahkan kedua orang tuanya untuk menjadi seorang sarjana hukum, hingga akhirnya dia masuk ke Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Indonesia.

Karena tidak terlalu tertarik dia memutuskan untuk pindah ke Akademi Dinas Luar Negeri (ADLN) namun akhirnya kandas juga di tengah jalan.

Sabam sempat mengikuti pendidikan ilmu politik di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat, namun itu pun tidak dituntaskannya.

Kemudian pada 1978, ia mengikuti program Nieman Fellow for Journalism dari Harvard University, Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat, dan sepulang dari Negeri Paman Sam, Sabam berhasrat terjun ke bisnis, karena merasa sudah memiliki koneksi di Amerika.

Terjun sesungguhnya

Tetapi waktu itu, Sinar Harapan sedang melakukan reorganisasi besar-besaran.Kebetulan, ayah Sabam, Pendeta Siagian, merupakan salah satu pemegang sahamnya sehingga akhirnya untuk pertama kalinya Sabam terjun ke dunia jurnalisme yang sesungguhnya.

Sosok penggagas pendirian Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia ini tercatat juga pernah bekerja di bagian riset perwakilan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada era 1960-an.

Pasca menamatkan karier diplomat-nya ia kembali ke dunia pers dan berkutat di Suara Pembaruan sebagai komisaris utama dan The Jakarta Post dan termasuk dalam Dewan Tajuk Rencana.

Sementara itu, Ketua Dewan Pers periode 2013-2016 Bagir Manan memandang sosok Sabam Siagian sebagai sosok wartawan yang cerdas dalam menyampaikan pemikirannya.

Menurut Bagir Manan, Sabam mampu bertahan menyampaikan pemikiran tanpa menimbulkan risiko tekanan rezim.

"Banyak cara menyampaikan pemikiran tanpa menimbulkan persoalan yang membenarkan suatu rezim melakukan suatu tindakan kepada kita. Itu lah yang dilakukan pak Sabam semasa menjadi wartawan," ujar Bagir Manan.

Bagi Bagir Manan, Sabam adalah salah satu tokoh pers yang patut menjadi contoh baik bagi wartawan saat ini, karena sikapnya yang tenang dan tidak pernah memperjualbelikan keyakinannya sebagai seorang wartawan.

Sejumlah pemikiran Sabam yang dituangkan melalui berbagai karya tulis di media nasional, dapat menjadi acuan dalam kerja-kerja jurnalistik masa kini.

"Memang tidak mudah bagi wartawan seperti pak Sabam yang hidup di masa orde lama, orde baru dan reformasi. Pengalaman ini berpengaruh terhadap pola pikir beliau dan patut menjadi acuan," jelas Bagir Manan.

Sabam Pandapotan Siagian meninggal dunia pada usia 84 tahun setelah dirawat di Rumah Sakit Siloam, Semanggi, Jakarta, pukul 16.30 WIB.

Jenazah disemayamkan di rumah duka di Jalan Anggur Barat II/2, Cipete Selatan, Jakarta Selatan, untuk kemudian dimakamkan di pemakaman Menteng Pulo, Minggu sore atau Senin sore pekan depan.

(R028/A011)

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016