Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR, Oesman Sapta, mengharapkan berbagai pihak dapat mengantisipasi beragam kondisi perekonomian global yang berpengaruh langsung terhadap situasi di dalam negeri.

"Semua merasakan ada satu keresahan dalam menghadapi ekonomi global maupun ekonomi dalam negeri sendiri," kata Oesman Sapta, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Dia juga telah bertemu dan berdiskusi dengan para pendiri dan senior Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), 4 Juni 2016, untuk dapat merencanakan apa yang perlu dibuat.

Mereka dinilai ingin merumuskan konsep mengatasi masalah perekonomian tadi, dan tidak ingin pemerintah diintervensi oleh asing atau kelompok dalam negeri yang mempunyai hubungan dengan kekuatan asing.

Sebagaimana diwartakan, Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, mengatakan, kondisi ekonomi global pada akhir Mei 2016 ini mulai membaik, dan cukup meredakan tekanan terhadap negara berkembang, termasuk Republik Indonesia.

Membaiknya kondisi ekonomi global juga dipicu dengan mulai kembali terangkatnya harga minyak dunia yang akan memacu produksi negara-negara produsen, setelah sempat anjlok di awal tahun, kata dia, di Jakarta, Jumat (27/5).

Menurut dia, mulai pulihnya harga minyak dunia akan mendorong pemulihan ekonomi global akibat lesunya konsumsi yang telah mendera sejak akhir 2015.

Sementara itu, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengatakan, perkembangan ekonomi global perlahan-lahan membuat isu pajak menjadi isu internasional.

"Karena di masa lalu pajak itu dianggap isu domestik, masing-masing negara tentunya sibuk dengan urusan pajaknya baik di dalam bentuk mengumpulkan pajaknya, kebijakan pajaknya, dan bagaimana pajak bisa merangsang investasi sekaligus juga bisa menjaga penerimaan negara, itu adalah ide pajak secara tradisional" kata Bambang di Jakarta, Senin (23/5).

Menkeu mengingatkan bahwa dengan keterbukaan transaksi keuangan semakin global maka pergerakan modal atau "capital flow" itu menjadi sangat ketat dan mudah berpindah tidak hanya di dalam instrumen keuangan tetapi juga berpindah antar negara.

Terkait dengan pertumbuhan di dalam negeri, Menkeu menyatakan realistis pertumbuhan ekonomi nasional pada 2016 hanya berada pada kisaran 5,1 hingga 5,2 persen atau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya 5,3 persen.

"Pertumbuhan 5,1 persen hingga 5,2 persen oke, tapi pokoknya harus di atas lima persen," kata Bambang, seusai mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, di Jakarta, Senin (6/6).

Bambang mengakui perekonomian nasional pada triwulan I-2016 belum tumbuh sesuai harapan, karena hanya berada pada angka 4,92 persen. Namun ada peluang perekonomian akan tumbuh lebih baik pada triwulan berikutnya.

Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai tujuh persen pada 2018 dengan berbagai upaya dan kerja keras.

"Sekarang realisasi pertumbuhan ekonomi 4,9 persen padahal dari resource yang ada memungkinan bisa lebih tinggi dan berkualitas. Kami beri masukan kepada Presiden, 2018 bisa mencapai tujuh persen, tapi memang perlu kerja keras," kata Ketua KEIN Soetrisno Bachir dalam jumpa pers usai pertemuan KEIN dengan Presiden Jokowi di Jakarta, Selasa (7/6).

Dalam kesempatan pertemuan itu, KEIN menyampaikan sejumlah langkah strategis yang harus ditempuh pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tujuh persen, antara lain mendorong masuknya investasi asing yang mendorong perkembangan industri dalam negeri.***3***

(T.M040/ )

Pewarta: Muhammad Rahman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016