Ramallah, Tepi Barat (ANTARA News) - Pejabat tinggi Amerika Serikat (AS) hari Selasa bertemu dengan anggota mandiri pemerintah baru Palestina bersatu saat negara besar berpikir tantang cara berurusan dengan kabinet pimpinan gerakan Islam Hamas itu. Konsul Jenderal AS di Yerusalem, Jacob Walles, menemui Menteri Keuangan Palestina, Salam Fayyad, di kota dudukan Ramallah, Tepi Barat, kata pejabat Palestina. Walles adalah pejabat AS pertama yang bertemu dengan anggota kabinet baru tersebut. Sekutu utama Israel itu menolak mengakui pemerintah baru tersebut, tapi menyatakan tidak akan mengesampingkan hubungan dengan menteri bukan anggota Hamas, yang dianggap kelompok teror oleh Barat. Fayyad adalah mantan pejabat Dana Keuangan Antarbangsa didikan Amerika Serikat dan secara luas dihormati di Barat untuk usahanya memerangi korupsi dan meningkatkan keterbukaan dalam tugas pertamanya sebagai menteri keuangan Palestina tahun 2002-2005. Pertemuan itu terjadi saat Austria mengundang anggota lain mandiri kabinet tersebut, Menteri Luar Negeri Ziad Abu Amr, berkunjung dan Prancis menyatakan akan melanjutkan hubungan dengan anggota bukan Hamas dari pemerintah Palestina. Palestina membentuk pemerintah baru, yang menyatukan Hamas dengan kalangan tengah, dengan harapan Barat mencabut penghentian bantuan dan diplomatik, yang dimulai setahun lalu ketika kelompok Islam membentuk kebinet setelah menang telak dalam pemilihan umum. Sampai sejauh ini, Barat tidak benar-benar mengakui pemerintah itu, dengan hanya Norwegia menyatakan secara resmi akan bekerja dengan kabinet baru tersebut. Pada Selasa pagi, Menteri Penerangan Palestina Mustafa Barghuti menyeru masyarakat antarbangsa mengakui kabinetnya. "Kami menyeru masyarakat antarbangsa, terutama Empat Sekawan, tidak menunda-nunda pengakuan atas pemerintah Palestina bersatu dan berurusan dengannya atas dasar kegiatannya, yang mungkin menjadi kunci perdamaian, keamanan dan ketenangan di kawasan ini," kata Barghuti kepada kantor berita Parcnsi AFP. Pada hari Senin, Eropa Bersatu dan Amerika Serikat --yang bersama Rusia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi empat sekawan perdamaian Timur Tengah-- menyatakan tidak akan memberi pengakuan sampai kabinet itu menyetujui syarat mereka. Empat Sekawan itu menuntut pemerintah Palestina meninggalkan kekerasan, mengakui Israel dan menyetujui kesepakatan perdamaian sebelumnya, yang oleh kabinet baru itu tidak secara gamblang dikatakan akan dilakukan. Tapi, Amerika dan Eropa tetap membuka pintu untuk mencabut hukuman itu, dengan menyatakannya tergantung pada tindakan pemerintah baru tersebut. "Jauh lebih penting yang mereka lakukan daripada yang mereka katakan," kata kepala kebijakan luar negeri Eropa Bersatu Javier Solana setelah berunding dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice, yang mengunjungi Timur Tengah ahir pekan ini. Eropa Bersatu merupakan penyumbang utama keuangan bagi Palestina, dengan memberi hampir 900 juta dolar Amerika Serikat (sekitar 8,1 triliun rupiah) tahun lalu dengan melewati pemerintah. Utusan Timur Tengah untuk Eropa Bersatu dan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga dijadwalkan bertemu secara terpisah dengan menteri bukan Hamas Palestina pada Senin dan Selasa. Kabinet baru Palestina itu disumpah sesudah kesepakatan berbagi kekuasaan pada Februari guna mengahiri berbulan-bulan bentrok unsur, yang menewaskan sejumlah orang dan mencabut pembekuan bantuan, yang melumpuhkan ekonomi Palestina. Israel --yang menolak behubungan dengan pemerintah baru itu-- menyambut keputusan Amerika Serikat dan Eropa untuk tetap memboikot tersebut. "Kami menyambut kenyataan bahwa masyarakat antarbangsa tetap pada keadaannya dan mempertahankan tuntutannya terhadap pemerintah baru Palestina, yang mesti menghormati ketiga syarat Empat Sekawan itu," kata wanita jurubicara pemerintah. Saat mengungkap kegiatan pemerintah itu, Perdana Menteri Ismail Haniya dari Hamas menyatakan akan "menghormati" kesepakatan perdamaian lalu, tapi mengatakan Palestina memunyai "hak sah" untuk "perlawanan dalam segala bentuknya" dan tidak menyebut pengakuan atas negara Yahudi tersebut. Hamas melakukan puluhan serangan jibaku di Israel, tapi tidak mengaku bertanggungjawab atas yang mana pun dalam dua tahun terahir. Pada Selasa, sayap bersenjatanya mengaku menembak dan melukai pekerja listrik Israel di penyeberangan Israel-Gaza, demikian laporan kantor berita transnasional layaknya AFP dan Reuters. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007