Jakarta (ANTARA News) - Kerinduan hadirnya kembali GBHN salah satunya didasari banyaknya kelemahan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) sebagai dokumen Negara dalam bentuk perundang-undangan dan praktiknya.

Pernyataan ini mengemuka dalam penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Lembaga Pengkajian MPR RI bersama Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Kamis (9/6), seperti dalam keterangan tertulis MPR, Jumat. Diksusi yang dibuka PimpinanLembaga Pengkajian MPR, Ja'far Hapsah itu mencermati Reformulasi Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 

Lebih lanjut, kelemahan SPPN antara lain, hanya bersifat administratif, kehilangan moral pembangunan Pancasila, government centris, teknokratis dan tidak berkelanjutan, karena sangat bergantung pada visi misi Presiden dan kepala daerah terpilih.

Intinya adalah ada kerinduan publik pada arah kebijakan negara yang bersifat filosofis dan lentur beradaptasi pada perubahan serta mengikat pelaksanaannya serta ada pengawasan tidak sekedar check and balances saja. 

Peserta dan narasumber diskusi juga menyepakati bahwa jika ingin menghidupkan kembali GBHN dengan model kekinian dapat diwujudkan dengan menyelaraskan sistem tatanegara yang berlaku.

Kajian sistem pembangunan nasional dengan model GBHN yang berbuntut amandemen UUD NRI Tahun 1945  hasil dari aspirasi masyarakat, kini dalam tahap kajian baik di badan pengkajian dan lembaga pengkajian MPR RI.

Kemudian, untuk memperluas cakupan kajian dan sebagai upaya pemantapan wacana hakuan negara dan amandemen sebelum gong sidang MPR dilakukan, MPR melakukan berbagai diskusi dan membuka ruang argumentasi kepada elemen masyarakat seluruh Indonesia dengan berbagai metode salah satunya gelar acara Focus Group Discussion ( FGD ) kepada akademisi perguruan tinggi.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016