Yogyakarta (ANTARA News) - Pekerja PT Pertamina (Persero) menyerukan agar semua direksi dicopot dari jabatannya karena mereka secara nyata tidak mampu mewujudkan perusahaan menjadi world class company (perusahaan kelas dunia) sebagaimana amanat Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. "Seruan pekerja itu merupakan perwujudan dari kesepakatan dalam Rakernas Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang diikui sebanyak 20 serikat pekerja (SP)," kata Ketua Umum FSPPB Ugan Gandar kepada ANTARA News, di Yogyakarta, Sabtu. Dia mengatakan, pemerintah harus melakukan audit investigasi secara menyeluruh terhadap proses bisnis, organisasi dan budaya di Pertamina sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan yang dipimpin oleh direksi dan manajemen puncak yang baru. Namun dasar pertimbangan resolusi tersebut karena kinerja operasional sesuai kontrak manajemen tahun 2006 tidak tercapai sehingga hanya mimpi bagi Pertamina untuk menjadi perusahaan kelas dunia dalam kurun waktu dua tahun seperti harapan Presiden SBY. Menurut dia, pertimbangan lain adalah direksi tidak melaksanakan secara konseptual upaya menjadikan perusahaan ini lebih kompetitif sebagai sebuah perusahaan perminyakan yang bebas dari korupsi. Dalam resolusi itu juga disebutkan, meski tetap menjalankan program transformasi, namun tidak menyentuh hal yang fundamental seperti akuntabilitas pengadaan minyak mentah yang kontribusinya sebesar 80 hingga 90 persen dari total biaya produksi BBM. "Di sisi lain direksi diduga melakukan KKN dalam program penerimaan pekerja baru, dan mengangkat seseorang menjadi pekerja yang langsung diberikan golongan sangat tinggi (P-1) dan diberi jabatan strategis setingkat kepala divisi tanpa melalui proses yang diatur dalam peraturan perusahaan," katanya. Jadi, kata dia, pemberantasan korupsi hanya menjadi wacana karena beberapa pejabat yang tersangkut KKN tidak mendapat hukuman sesuai peraturan perundang-undangan, bahkan beberapa oknum yang terindikasi korupsi tetap mendapatkan promosi jabatan. Direksi juga tidak memiliki komitmen yang jelas tentang pentingnya industrial yang harmonis dengan pekerja sesuai peraturan di bidang ketenagakerjaan. "Banyak terjadi pelanggaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan berlarut-larutnya proses perundingan perpanjangan yang hingga sampai saat ini belum juga disepakati," katanya. Dia menjelaskan, pertamina telah mengarah menjadi perusahaan yang tidak bermoral karena direksi selalu mendengungkan keuntungan yang besar tapi pada saat yang sama menyatakan kinerja operasional tidak tercapai. Ini mengindikasikan pimpinan puncak berupaya insentif bagi pekerja harus diminimalisasi dan cenderung tidak sesuai dengan apa yang seharusnya diperoleh. Para direksi telah melakukan kebohongan publik karena mengekspos keuntungan Pertamina pada 2006 yang berbeda dengan yang disebutkan pada 17 Januari 2007 dengan nominal Rp23 hingga Rp24 triliun, sementara dalam suatu acara lain disebutkan hanya Rp19 triliun. Direksi telah melakukan perubahan organisasi Pertamina dengan cara tidak jelas, sehingga menghancurkan pola pembinaan, banyak pekerja tanpa pertimbangan yang matang ditempatkan sebagai pimpinan dengan cara yang bertentangan pula dengan PKB.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007