Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Ronny Sompie memastikan bahwa Royani yang merupakan mantan supir Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi masih di Indonesia meski hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.

"Menurut data perlintasan belum ada, setelah ada pencegahan yang bersangkutan atas permintaan penyidik yang berkompeten, belum ada data perlintasan yang bersangkutan ke luar negeri," kata Ronny Sompie di gedung Kemenkumham Jakarta, Rabu.

Saat ini penyidik KPK masih mencari mantan supir Nurhadi bernama Royani yang sudah dua kali dipanggil KPK tapi tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan sehingga Royani diduga disembunyikan.

Royani seharusnya menjadi saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait pengajuan permohonan PK yang di PN Jakarta Pusat.

KPK menduga Royani adalah orang yang menjadi perantara penerima uang dari sejumlah pihak yang punya kasus di MA. Royani sudah diberhentikan oleh MA sejak 27 Mei 2016 karena tidak masuk kantor selama 46 hari.

"Kalau yang bersangkutan sedang berada di luar negeri kita akan minta datanya, lalu kita cek apakah dia melalui perlintasan di luar tempat pemeriksaan imigrasi, bisa saja. Wilayah Indonesia ini kan terlalu luas misalnya perbatasan darat, kita ada di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, di luar pemeriksaan imigrasi misalnya pos lintas batas," ungkap Ronny.

Namun Ronny mengaku bahwa pada sejumlah waktu tertentu tidak ada pengawasan petugas Imigrasi.

"Jadi mereka bisa ke luar di perbatasan dari jalur-jalur yang kita katakan ilegal namun berdasarkan pemantauan resmi belum ada di perlintasan," tegas Ronny.

Ronny menjelaskan ada 125 kantor imigrasi di seluruh Indonesia.

"121 kantor pemeriksaan Imigrasi baik bandara maupun pelabuhan maupun pos lintas batas, dari data itu kita tidak melihat pelintasan yang resmi dan belum bisa diketahui apakah yang bersangkutan sudah berada di luar negeri, lalu sementara kita lihat data itu masih di dalam negeri," tambah Ronny.

Dalam perkara ini, KPK baru menetapkan dua tersangka yaitu panitera/sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan pegawai PT Arta Pratama Anugerah pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap keduanya pada 20 April 2016.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016