Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia, yang sejak Januari 2007 menghentikan pengiriman sampel virus flu burung ke laboratorium kolaborasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), akan segera mengirimkan sampel virus tanpa menunggu selesainya penyusunan mekanisme pembagian (sharing) virus baru. "Indonesia akan `sharing` virus ke WHO karena kita sudah dapat pernyataan komitmen yang bisa dipercaya dari WHO. Akan segera dilakukan," kata Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari di Jakarta, Selasa, usai pertemuan teknis tingkat tinggi WHO tentang praktik pembagian virus flu burung (avian influenza/AI). Namun demikian, Menteri Kesehatan tidak menyebutkan secara jelas kapan pengiriman spesimen virus flu burung itu akan mulai dilakukan. "Pokoknya sesegera mungkin," kata Siti Fadilah yang pada kesempatan itu didampingi Asisten Direktur Jendral WHO Jenewa, David Heymann, dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Triono Soendoro. Ia juga mengatakan bahwa pemerintah akan mengirimkan spesimen (contoh) virus flu burung strain Indonesia itu, meski tanpa perjanjian transfer material (Material Transfer Agreement/MTA) seperti yang sebelumnya diminta oleh pemerintah. Menurut dia, hal itu dilakukan karena sudah ada jaminan dari WHO bahwa spesimen virus itu hanya akan digunakan WHO untuk keperluan penelitian dan penakaran risiko penyakit, tidak akan dibagikan kepada produsen vaksin untuk keperluan komersial. Terkait dengan hal itu, David Heymann mengatakan sebagai lembaga yang kesehatan dunia WHO memang harus melakukan penelitian terhadap semua virus penyebab penyakit, termasuk virus flu burung strain Indonesia, guna menakar risiko penularannya serta mengembangkan pembuatan vaksin, diagnosis dan obat dalam rangka mengantisipasi kemungkinan terjadinya pandemi. "Pembagian virus harus dilakukan untuk mencegah ancaman penyakit," katanya, sambil menambahkan bahwa WHO bersama dengan negara mitranya akan segera menyelesaikan penyusunan mekanisme pembagian virus baru untuk mengakomodasi kepentingan negara-negara berkembang. Ia juga mengatakan bahwa pertemuan teknis antara WHO dan pejabat perwakilan dari 16 negara di dunia di Jakarta pada 26-27 Maret 2007 telah menghasilkan beberapa rekomendasi yang akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan tingkat menteri pada 28 Maret 2007. Rekomendasi itu, menurut Menteri Kesehatan, antara lain meliputi penguatan surveilans, penguatan kapasitas negara berkembang dan perbaikan sistem produksi dan distribusi vaksin berkualitas. Sebelumnya, pada pembukaan pertemuan teknis tingkat tinggi WHO itu David mengatakan bahwa penyusunan mekanisme untuk membangun kapasitas penyediaan stok vaksin mendesak dilakukan guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya pandemi influenza. Usulan perubahan mekanisme pembagian virus sendiri sebelumnya diajukan oleh pemerintah Indonesia, karena ketentuan yang WHO yang ada dinilai merugikan negara-negara berkembang yang warganya terjangkit penyakit. Menurut ketentuan WHO yang ada saat ini setiap negara jangkitan diwajibkan mengirimkan sampel virus ke laboratorium kolaborasi WHO dan semua pihak bisa mendapatkan spesimen itu untuk berbagai keperluan, termasuk untuk produksi vaksin komersial. Tanpa pemberitahuan dan permintaan ijin kepada pemerintah, sampel virus flu burung Indonesia yang dikirim ke laboratorium kolaborasi (Collaborating Center/CC) WHO juga telah digunakan oleh sebuah perusahaan farmasi untuk membuat vaksin, sehingga sejak Januari 2007 pemerintah menghentikan pengiriman spesimen virus flu burung ke CC WHO sebagai bentuk protes. "Sebab ini tidak 'fair' dan mungkin bisa lebih berbahaya dari pandemi itu sendiri," demikian Menteri Kesehatan. (*)

Copyright © ANTARA 2007