Riyadh (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla akan menyampaikan usulan alternatif bagi penyelesaian damai Timur Tengah dengan formula pelibatan negara-negara Islam dan Uni Eropa. "Semua negara negara Muslim harus menekan Palestina untuk menerima perdamaian, tapi pada saat yang sama Indonesia akan mengusahakan kekuatan alternatif seperti Uni Eropa untuk melakukan tekanan kepada Israel untuk menerima perdamaian," kata Wapres kepada wartawan di Riyadh, Rabu. Wapres berada di Arab Saudi untuk menghadiri KTT Liga Arab yang dibuka oleh Raja Arab Saudi Abdullah dan diikuti oleh sekitar 22 negara anggota Liga Arab. Kehadiran Indonesia yang baru pertama kali diundang ke KTT sebagai pengamat (observer) bersama-sama dengan Malaysia, Pakistan, dan Turki. Menurut Kalla, Indonesia menginginkan penyelesaian perdamaian di antara Palestina sendiri, yaitu antara kelompok Hamas dan Fatah. Selain itu perlu dukungan yang lebih ikhlas dan tulus dari negara negara Arab dan juga Negara-negara muslim yang lain. Kalla melihat yang selama ini berperan dominan dalam masalah Timur Tengah dilakukan oleh Amerika Serikat, sedangkan Uni Eropa tidak. Usulan baru dari Indonesia itu secara informal sudah disampaikan Wapres kepada Uni Eropa, Liga Arab dan Malaysia serta beberapa negara lainnya. "Hari Kamis (29/3) Wapres akan menyampaikan usulan Indonesia itu kepada Sekjen PBB dan pimpinan Uni Eropa," kata seorang staf Wapres yang ikut dalam pertemuan Liga Arab. Staf itu juga mengatakan usulan Indonesia itu intinya adalah negara-negara Islam menghandle Palestina dan Uni Eropa menghandle Israel. Indonesia menilai harus ada kekuatan multilarteral lain, selain dari Amerika untuk menjadi alternatif perdamaian di Timur Tengah. "Konsep itu akan terus digulirkan," katanya. Sementara itu, Direktur Pasca Sarjana UIN Jakarta Prof. Azumardi Azra menambahkan diundangnya Indonesia, Malaysia, Pakistan dan Turki ini merupakan preseden baru bagi Liga Arab karena mengundang negara muslim besar Non Arab. "Mereka melihat bahwa negara muslim non Arab ini bisa memberikan kontribusi besar dalam terciptanya perdamaian di Timteng. Selama ini seolah olah mereka menganggap bisa menyelesaikannya sendiri," kata Azumardi. Azumardi menganggap ini suatu perkembangan yang baik dan peluang ini bisa dimanfaatkan secara baik oleh Indonesia untuk bisa memainkan peran yang lebih aktif dalam perdamaian di Timteng. Sebelumnya Wapres mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi selama sekitar 45 menit di Suite Room Guest House Kerajaan Arab Saudi. "Kami membicarakan pandangan Islam di luar Liga Arab tentang bagaimana penyelesaian konflik di Timteng," kata Kalla kepada wartawan. Kalla dan Badawi sependapat bahwa sebenarnya 80 persen umat Islam itu berada di Asia atau di luar Liga Arab. Oleh karena itu Asia perlu mempunyai pandangan yang sama. Sebab, efek yang terjadi bila terjadi konflik di Timteng akan menyebabkan dampak yang besar terhadap Negara-negara Islam secara keseluruhan, termasuk yang berada di Asia. Oleh karena itu, katanya, untuk pertama kalinya Liga Arab mengundang empat negara Islam berpenduduk besar Non Arab yaitu Indonesia, Malaysia, Pakistan dan Turki. Dalam pertemuan informal dengan Negara-negara Non Arab, Kalla menyampaikan apabila konflik di Timteng terus berlanjut, maka itu akan mempunyai dampak yang luas tehadap Negara-negara berpenduduk muslim besar Non Arab. Maka, efeknya disamping politik juga bisa menyangkut konflik Islam dengan Islam, juga ekonomi. "Semakin lama konflik, maka harga minyak akan terus membumbung tinggi, dampaknya akan sangat besar ditanggung oleh Negara Islam Non Arab," tegasnya. Menjawab pertanyaan, apa langkah kongret yang akan ditempuh oleh negara Non Arab, Kalla mengatakan Liga Arab akan menyelesaikan konflik dengan `Arab`s Way`. "Begitu prinsip mereka. Tetapi, akan lebih mudah lagi bila mendapat dukungan yang luas dari Negara-negara Non Arab. Termasuk Eropa dan PBB," katanya. Mengenai agenda pertemuannya dengan Sekjen PBB, Kalla mengatakan secara umum, karena Indonesia adalah anggota tidak tetap DK PBB maka Indonesia ingin mendiskusikan sejumlah masalah seperti Palestina dan Iran. Sikap Indonesia terhadap masalah Iran ini, katanya, resolusi itu masih memberikan waktu bagi Iran untuk mencari jalan keluar secara damai selama 60 hari. "Kalau kita pelajari apa pun hasil resolusi tentang Nuklir Iran, seperti yang sudah dijelaskan, yang namanya penyelesaian suatu masalah itu ada komprominya. Tidak mungkin juga, Iran tidak memberikan jalan kompromi," kata Kalla. Wapres mengatakan jika semua berpegang pada pandangan masing-masing, maka tidak akan pernah terjadi kompromi. Menjawab pertanyaan apakah sikap Indonesia yang mendukung Resolusi 1747 itu tidak akan mempengaruhi hubungan bilateral kedua Negara, Wapres yakin akan tetap berjalan baik. Karena itu tidak termasuk dalam sanksi resolusi tersebut. Sebab, sanksi tersebut ada batasnya, bukan sanksi ekonomi secara menyeluruh. "Hanya industri yang ada hubungannya dengan nuklir," jelas Wapres. Mengenai kemungkinan langkah penyelesaian konflik Timteng, Kalla mengatakan ingin mendengarkan langkah langkah Arab sendiri (Arab`s Way). Setelah itu baru Indonesia akan melihat apa yang bisa Indonesia bantu. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007