Washington/Saylorsburg (ANTARA News) - Turki akan membuka kembali pangkalan udaranya, Incirlik, bagi pesawat Amerika Serikat setelah ditutup karena percobaan kudeta di negara tersebut, kata Pentagon, Minggu.

Incirlik biasa digunakan sebagai pangkalan untuk memukul sasaran milik ISIS.

"Setelah berkoordinasi erat dengan sekutu Turki kami, mereka membuka kembali wilayah udara mereka untuk pesawat militer. Dengan demikian, serangan udara sekutu untuk menggempur ISIS di semua pangkalan udara di Turki dilanjutkan," kata pernyataan Pentagon.

Turki, sekutu utama Amerika Serikat, mengizinkan AS menggunakan Incirlik untuk melancarkan serangan terhadap kelompok keras itu.

Sebelumnya, Incirlik ditutup untuk sementara karena percobaan kudeta pada Jumat.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengatakan dalam acara "State of the Union" CNN bahwa ia telah berbicara dengan menteri luar negeri Turki sebanyak tiga kali pada Sabtu.

"Mereka meyakinkan saya bahwa upaya kita memerangi ISIS tidak akan terganggu," kata Kerry, seperti dikutip Reuters.

Pada acara "Meet the Press" di NBC pada Minggu, Kerry ditanya apakah Presiden Turki Tayyip Erdogan akan memanfaatkan percobaan kudeta tersebut untuk mendapatkan lebih banyak kekuasaan.

Kerry menjawab, langkah seperti itu akan menyulitkan hubungan Erdogan dengan Eropa, NATO dan organisasi lain.

Erdogan menuding lawanya, Fethullah Gulen, sebagai sosok yang menggerakkan percobaan kudeta.

Gulen, yang saat ini bermukim di Pennsylvania, membantah tuduhan bahwa ia terlibat.

Kerry mengatakan pada saat ini tidak ada bukti bahwa Gulan berada di balik rencana untuk menggulingkan Erdogan dari kekuasaan.

Namun, ia mengimbau pihak berwenang Turki untuk mengumpulkan bukti sesegera mungkin sehingga Amerika Serikat bisa mengevaluasi apakah Gulan harus diekstradisi ke Turki.

Dalam wawancara dari Saylorsburg, Pennsylvania, Gulen mengatakan kepada para wartawan bahwa ia tidak tahu siapa pihak yang berada di balik percobaan kudeta. Ia justru mencurigai bahwa kudeta gagal itu dilakukan oleh pemerintahan Erdogan agar mendapatkan lebih banyak kekuasaan.

(Uu.T008)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016