Jakarta (ANTARA News) - Kinerja lembaga legislatif di daerah atau DPRD dalam mendukung pelaksanaan demokrasi di Indonesia belum begitu memuaskan, demikian menurut laporan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2015 yang dirilis Badan Pusat Statistik.

"Dari variabel yang diukur telah mencerminkan beberapa indikator kerja DPRD yang rendah," kata Perwakilan Dewan Ahli IDI Maswadi Rauf dalam jumpa pers pengumuman IDI 2015 di Jakarta, Rabu.

Maswadi mengatakan rendahnya kinerja DPRD terlihat dari rendahnya indikator seperti pemberian alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan, jumlah penerbitan Perda yang merupakan inisiatif DPRD serta pemberian rekomendasi DPRD kepada eksekutif.

"Kita sebetulnya mengharapkan DPRD tidak hanya merupakan tukang stempel, tapi mempunyai inisiatif untuk membuat raperda, karena banyak DPRD yang tidak menggunakan hak ini pada 2015," kata pengajar Universitas Indonesia ini.

Indikator IDI lain yang termasuk dalam kategori "buruk" atau di bawah 60 adalah ancaman penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat, demonstrasi yang bersifat kekerasan, persentase perempuan terpilih terhadap total anggota DPRD provinsi, kaderisasi oleh peserta pemilu dan upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah.

Untuk itu, Kepala BPS Suryamin memberikan rekomendasi agar indikator yang masih bermasalah tersebut diberikan perhatian khusus dari para pemangku kepentingan agar nilainya membaik karena trennya selalu buruk.

"Khususnya pada indikator ancaman penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat yang pada IDI 2015 jatuh ke kategori buruk yang ditengarai karena ketegangan saat pilkada serentak," katanya.

Sebelumnya, BPS mencatat Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) level nasional pada 2015 mencapai 72,82 dalam skala indeks 0 sampai 100, yang menunjukkan tingkat demokrasi Indonesia masih dalam kategori "sedang".

Klasifikasi tingkat demokrasi ini dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu "baik" dengan indeks 80-100, "sedang" dengan indeks 60-80 dan "buruk" dengan indeks di bawah 60.

Sebagai alat ukur perkembangan demokrasi Indonesia, IDI dirancang untuk sensitif terhadap naik turunnya kondisi demokrasi karena disusun secara cermat berdasarkan fakta dan potret yang dihasilkan merupakan refleksi realitas.

Tingkat capaian IDI pada 2015 diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek demokrasi, yaitu kebebasan sipil yang mencapai 80,30, hak-hak politik yang mencapai 70,63 dan lembaga-lembaga demokrasi yang mencapai 66,87.

Terdapat empat provinsi yang berada pada tingkat demokrasi "baik" yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.

Sedangkan, 28 provinsi lainnya dalam kategori "sedang" dan dua provinsi masih mempunyai kategori "buruk" yaitu Papua dan Papua Barat.

Metodologi penghitungan IDI menggunakan empat sumber data yaitu ulasan dari surat kabar lokal yang memiliki oplah tertinggi, ulasan dokumen (Perda maupun Pergub), Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam.

IDI dapat dijadikan sebagai indikator yang tidak hanya melihat gambaran demokrasi dari sisi kinerja pemerintah atau demokrasi, karena juga melihat perkembangan demokrasi dari aspek peran masyarakat, lembaga legislatif (DPRD), partai politik, lembaga peradilan dan penegak hukum.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016