Makassar (ANTARA News) - Sejumlah penyandang cacat yang tergabung dalam Forum Advokasi dan Penyadaran Hak Azasi Penyandang Cacat Sulsel, mengecam anggota DPRD setempat, karena tidak pernah memenuhi janji untuk memperjuangkan aspirasi penyandang cacat terkait dengan penyediaan aksesibilitas bagi mereka terhadap fasilitas umum, termasuk di Gedung DPRD. Kecaman itu dilontarkan koordinator lapangan aksi, Rahman, dihadapan tim penerima aspirasi yang menerima mereka di Gedung DPRD Sulsel, Senin. Dalam aksi tersebut, para pengunjuk rasa sempat mengeluarkan kata-kata kasar yang menyinggung perasaan anggota dewan karena menyebut anggota dewan sebagai orang yang tidak terhormat. Mendengar hal itu, salah seorang anggota Komisi B DPRD Sulsel, Abu Bakar Wasahuwa berang terhadap para demonstran. "Kenapa kalian datang ke sini kalau kami ini memang tidak terhormat," ujar Abu bernada suara agak tinggi, sehingga menyulut ketegangan antara kedua belah pihak yang berlangsung selama beberapa menit. Situasi kemudian mereda setelah Saharuddin Daming, Ketua Penyandang Cacat Tuna Netra (Pertuni) Sulsel meminta maaf kepada anggota dewan. Menurut Saharuddin, yang kandidat menyandang gelar doktor ilmu hukum dari di Universitas Hasanuddin Makassar, pihaknya telah beberapa kali meminta anggota DPRD untuk menyediakan prasarana dan fasilitas yang memudahkan mereka untuk melakukan aktivitas di gedung DPRD, namun hingga saat ini belum juga dipenuhi. Prasarana itu, misalnya jalur khusus yang bisa dilintasi kursi roda untuk masuk ke beberapa tempat di dalam gedung dewan agar para penyandang cacat bisa beraktivitas di gedung rakyat tersebut. Saharuddin, yang juga peserta seleksi calon anggota Komnas HAM, juga mendesak anggota DPRD Sulsel untuk segera meratifikasi konvensi hak penyandang cacat yang ditetapkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 13 Desember 2006. Ratifikasi itu kemudian harus ditindak lanjuti dengan merevisi peraturan perundang-undangan tantang angkutan darat, laut dan udara serta pertangungan asuransi kecelakaan, perkawinan, kesehatan, ketenagakerjaan, pendidikan, politik termasuk UU Nomor 4/1997 tentang penyandang cacat maupun PP No.43/1998 tentang upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang cacat dengan melahirkan Perpu baru yang dapat merespon kebutuhan Penca. Menurut Saharuddin, Konvensi Internasional No. 611-67 tentang Hak Penyandang Cacat yang ditetapkan PBB ini juga telah ditandatangani Pemerintah Indonesia pada 30 Maret 2007. Oleh karena itu, kata dia, apa yang dituntut pihaknya adalah sesuatu yang wajar dan berdasarkan undang-undang sehingga diharapkan tidak terjadi lagi perlakuan diskriminatif dan marginalisasi terhadap penyandang cacat. Selain itu, penyandang cacat ini juga meminta kepada pemerintah untuk menindak setiap badan usaha jasa seperti perbankan dan penerbangan yang tidak menyediakan sarana tambahan bagi penyandang cacat yang menggunakan jasa mereka. Mereka juga menuntut, agar dalam APBD, disediakan alokasi khusus dana pembinaan para penyandang cacat. Bila tuntutan penyandang cacat ini tidak dipenuhi anggota dewan, mereka berjanji akan melakukan aksi mogok makan dan menduduki gedung DPRD Sulsel. "Selama kepemimpinan Agus Arifin Nu`mang (Ketua DPRD Sulsel-red), para penyandang cacat ini telah empat kali melakukan aksi unjuk rasa namun belum ada satu pun aspirasi mereka yang ditindak lanjuti oleh para wakil rakyat ini," ujarnya. Sebelum melakukan aksi unjuk rasa, sejumlah penyandang cacat tuna rungu berorasi dalam bahasa isyarat. Mereka juga sempat melakukan atraksi teaterikal dan dramatikal yang menyindir pemerintah Indonesia termasuk sikap anggota DPRD di Indonesia yang banyak menuntut pengadaan laptop. Sementara itu, Andre S. Arief Bulu saat menerima pengunjuk rasa, berjanji akan memperjuangkan aspirasi penyandang cacat. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007