Jakarta (ANTARA News) - Pemerhati pendidikan Indra Charismiadji mengatakan sekolah sehari penuh sulit diterapkan secara nasional karena kendala sumber daya manusia yang banyak.

"Sulit untuk diterapkan secara nasional, kalau diterapkan butuh banyak guru tambahan," ujar Indra di Jakarta, Jumat.

Selain itu kendala lainnya adalah kendala geografis. Sekolah sehari penuh hanya bisa ditetapkan di kota besar, sedangkan untuk daerah pedesaan belum bisa.

"Sekolah sehari penuh sebenarnya bukan barang baru, swasta sudah banyak yang menerapkan," jelas dia.

Menurut dia yang lebih tepat adalah penerapan manajemen yang berbasis sekolah. Dalam hal ini sekolah yang menentukan sendiri kegiatan apa yang diselenggarakan selepas sekolah.

"Misalnya saja diadakan kompetisi sepak bola sepulang sekolah. Banyak pendidikan karakter yang bisa dipetik, melalui olahraga anak bisa belajar mengenai sportivitas dan banyak lagi," papar dia.

Dalam hal ini, kepala sekolah harus bertindak sebagai manajer yang menentukan kebutuhan sekolahnya. Meski demikian, dia menyebut sebagian besar kepala sekolah belum memiliki kemampuan kepemimpinan yang baik.

"Perlu ada pelatihan kepemimpinan bagi kepala sekolah," katanya.

Sementara itu, pemerhati perempuan dan anak Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan gagasan mengenai sekolah sehari penuh itu perlu dikaji secara komprehensif.

"Model sekolah seperti itu sejatinya bias kebutuhan masyarakat perkotaan dan tidak tepat diberlakukan secara masif, karena masyarakat Indonesia sarat dengan keragaman sehingga perlu perspektif kebijakan pendidikan yang mengakomodasi keberagaman, bukan penyeragaman, " papar Giwo.

Menurut Giwo, seharusnya sekolah diberikan kebebasan mengembangkan model sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bukan memaksakan satu model.

(I025)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016