Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dan Uzbekistan telah menjalin hubungan dan kerja sama di berbagai bidang yang saling menguntungkan sebagai dasar kokoh bagi pelaksanaan lebih lanjut di masa mendatang.

"Kedua negara telah memperoleh banyak pengalaman dari kerja sama yang menguntungkan di bidang politik, ekonomi, investasi dan sosial-budaya," kata Duta Besar Uzbekistan untuk Indonesia Shavkat Jamolov kepada Antara di Jakarta, Selasa, sehubungan dengan hari Ulang Tahun ke-25 Kemerdekaan Republik Uzbekistan yang jatuh pada 1 September 2016.

Menurut dia, Uzbekistan dan Indonesia telah membentuk mekanisme kerja sama termasuk Komisi Bersama bagi Kerja Sama Bilateral dan juga konsultasi antara para menteri luar negeri kedua negara. Mekanisme ini memberi peluang untuk membahas semua aspek hubungan bilateral dengan terbuka, pertukaran pandangan mengenai isu-isu regional dan internasional yang menjadi kepentingan bersama.

Sejauh ini enam babak konsultasi politik telah diadakan di Uzbekistan dan Indonesia. Konsultasi paling akhir diadakan di jakarta pada Maret 2014.

Uzbekistan memperoleh kemerdekaannya pada 31 Agustus 1991. Tanggal 1 September dinyatakan secara resmi sebagai Hari Kemerdekaan Uzbekistan.

Indonesia mengakui kemerdekaan Republik Uzbekistan pada 28 Desember 1991 dan termasuk di antara sejumlah negara yang pertama kali mengakui Republik Uzbekistan. Hubungan diplomatik dilakukan pada 23 Juni 1992. Indonesia membuka kedutaannya di Tashkent pada Mei 1994 dan Kedutaan Uzbekistan beroperasi di Jakarta sejak Desember 1996.

Presiden Uzbekistan Islam Karimov berkunjung ke Indonesia pada Juni 1992 dan Presiden Indonesia Soeharto mengadakan kunjungan balasan ke Uzbekistan pada April 1995.

Sejumlah pejabat tinggi dan lembaga tinggi dari kedua negara juga mengadakan kunjungan timbal balik untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama.

Dalam perbincangan itu Dubes Jamolov juga menyinggung kunjungan perdana Presiden Pertama RI Soekarno ke Uni Soviet tahun 1956.

"Presiden Soekarno mampir ke Uzbekistan dan amat terkesan," kata dia seraya menunjukkan dua foto Presiden Soekarno saat di Uzbekistan.

Pada 5 September 1956, kota Tashkent meriah. Bendera dan spanduk menghiasi banyak daerah ibu kota Uzbekistan itu. Orang-orang berjajar di jalan-jalan utama, termasuk rela berjubel menanti kedatangan tamu negara dari negeri nun jauh di timur.

Selama di Uzbekistan, rombongan Soekarno dipandu langsung oleh Presiden Uzbekistan Shar Rasjidov. Presiden Voroshilov telah mengangkat Shar Rasjidov  presiden Republik Uzbekistan dan wakil ketua Presidium Soviet Tertinggi USSR untuk mengantar para tamu Indonesia itu.

Soekarno dan rombongan menyempatkan diri shalat di Masjid Pusat Sjech-Tillja. Mereka disambut Mufti Isjan Babachan bin Abdulmadjitchan, ketua Dewan Agama Islam untuk Asia Tengah dan Kazakhstan.

Dalam foto yang diperlihatkan oleh Dubes Jamolov, Presiden Soekarno tampak gembira sambil memainkan sebuah alat musik tabuh "Dombra" mirip rebana. Puncak kunjungan Soekarno ke Tashkent ditandai dengan pidato di Stadion Pakhtakor seperti foto yang ditunjukkan dubes itu.

Sejarah Uzbekistan tak terlepas dari rute karavan zaman dahulu yang dikenal di dunia dengan nama Jalur Sutera. menurut data sejarah karavan pertama yang membawa sutera dan kaca bergerak menuju oasis Fergana pada 121 Sebelum Masehi. Kampanye Alexander the Great melintasi wilayah ini dalam perjalannya ke Timur pada 330-327 Sebelum Masehi.

Uzbekistan juga salah satu pusat peradaban. Pemikir, filsuf dan ilmuwan besar berasal dari Uzbekistan seperti Imam Bukhari, Beruni, Ibnu Sina, Ulugbek, Farabi, Khorezmi telah memberikan sumbangan bagi pengembangan peradaban Islam dan sains modern, matematika, astronomi, geodesi, farmakologi dan pengobatan.

"Presiden Soekarno berziarah ke makam Imam Bukhari perawi terkenak hadis Nabi Muhammad," demikian Dubes Jamolov.

Pewarta: Mohammad Anthoni
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016