Dili, Timor Leste (ANTARA) - Esok pagi, rakyat Timor Leste untuk pertama kalinya, setelah memperoleh memperoleh kemerdekaan pada Mei 2002, melaksanakan pemilihan umum. Meski puncak pesta demokrasi itu tinggal menunggu jam, pemerintah dan rakyat Timor Leste tampaknya belum "berbenah". Banyak warga yang belum didata identitasnya oleh pemerintah untuk kepentingan pemilihan. Di lain pihak, banyak calon pemilih dan petugas lapangan yang belum mengerti aturan main pesta demokrasi itu. ANTARA yang memasuki Dili dari Pintu Perbatasan Utama Mota Ain di Kabupaten Belu, NTT, sejak Sabtu petang, menyaksikan hanya sedikit poster-poster calon presiden ditempelkan di berbagai lokasi strategis. Masyarakat lebih tertarik untuk membicarakan harga barang-barang yang secara menyolok merambat sangat tinggi. Harga Beras, misalnya, kini mencapai lima dolar AS (setara Rp45 ribu) perkilogram di pedesaan. Karena himpitan ekonomi itu, masalah politik menjadi nomor kesekian dalam keseharian mereka. Meski demikian, untuk mengantisipasi memanasnya suhu politik Timor Leste, seluruh pintu perbatasan Indonesia - Timor Leste telah ditutup secara resmi oleh kedua pemerintahan sejak 20 Februari lalu. Seorang petugas negara di Pintu Perbatasan Batugade yang tidak ingin diungkap jatidirinya, menyatakan sampai saat ini belum didata identitas untuk kepentingan pemilu itu. "Kalau begini, bagaimana kami melangkah ke TPS?" katanya Pemilu pertama kali di Timor Leste ini direncanakan akan dibagi dua, pemilihan presiden dan pemilihan parlemen. Karena negara baru itu menganut pemerintahan parlementer, presiden hanya menjadi kepala negara dengan kekuasaan sangat terbatas. Kekuasaan sesungguhnya ada di tangan Perdana Menteri. Akan tetapi, sesuai dengan konstitusi negara itu, perdana menteri pun tidak bisa seenaknya memainkan perannya, karena parlemen harus diyakinkan terlebih dahulu setiap dia akan melakukan kebijakan, baik di bidang politik, ekonomi, hukum, dan pertahanan. Dengan begitu, kedudukan politik perdana menteri sangat dipengaruhi oleh selera politik parlemen, yang berujung pada persetujuan presiden sebagai kepala negara yang sah. Hal ini mirip dengan yang terjadi di Thailand, dimana Raja Bhumibol Adulyadej alias Rama IX memainkan peran sangat menentukan dalam menerima atau memveto rekomendasi parlemen tentang kinerja perdana menterinya. Dalam kaitan dengan pesta demokrasi yang baru pertama kalinya digelar, negara menggariskan bahwa pelaksana utama pemilu adalah STAE (Secretaiado Tecnico de Administracao Eleitoral) alias Lembaga Administrasi Teknis Pemilu, yang dipimpin Tomas do Rosario Cabral. Lembaga ini mirip dengan KPU di Indonesia yang mendapat mandat melaksanakan pemilu dari presiden sebagai kepala negara. Sementara Comisao Nacional du Eleisoes(CNE) oleh masyarakat dan pemerintah Timor Leste diistilahkan sebagai KPU dalam kedudukan hukum di Indonesia. Namun perannya direduksi hanya menjadi badan arbitrase dan pengawas pelaksanaan pemilu belaka. Sedangkan untuk pengamanan, semua unsur militer dari dalam dan luar negeri yang ada di Timor Leste tidak diperkenankan tampil sebagai pemeran utama karena semuanya sudah ditangani personil-personil polisi. Kepastian aturan main demi mewujudkan "pertarungan politik" yang adil dan bisa diterima semua pihak, dengan begitu, menjadi satu-satunya pegangan utama sejak kebijakan politik bisa dimainkan sesuai dengan kepentingan pihak yang berkuasa atau memiliki kedudukan tawar politik yang mumpuni. Belum tahu calon pemilih Akan tetapi, sekalipun waktunya tinggal sehari lagi dan bahkan Presiden Xanana Gusmao menyaksikan penyerahan secara simbolis kotak-kotak suara kepada polisi dan STAE, pemahaman yang utuh kepada petugas di lapangan belum memadai. Seorang petugas lapangan pengamanan TPS (Brigada) yang dijumpai ANTARA di lokasi penyerahan di Kantor Walikota Dili, Ruben Bras, terang-terangan mengaku tidak tahu jumlah pasti calon pemilih di subdistrik yang akan dia awasi. Padahal, Ruben Bras bersama beberapa polisi harus mengawasi di Subdistrik Atauro. "Saya belum tahu. Pokoknya saya jaga saja sesuai dengan arahan yang diberikan orang-orang dari PBB dan Uni Eropa tentang pelaksanaan pemilu itu. Jika nanti ada masalah, silakan adukan kepada polisi saja, nanti kami data pelanggaran yang terjadi," katanya. Pemilu kali ini, menurut data yang diperoleh dari STAE, akan diikuti sekitar 500.000 calon pemilih di seluruh subdistrik yang ada dalam waktu serentak. PM Ramos Horta dan Presiden Gusmao dijadualkan akan melakukan hak politik itu di rumah pribadi masing-masing mulai pukul 08.00 waktu Dili (06.00 WIB). Seusai penyerahan itu, Gusmao menyatakan, "Saya berharap pemilu kali ini berjalan baik dan lancar tanpa kekerasan sedikit juga. Masyarakat agar dapat memberikan suaranya secara baik tanpa ancaman apapun sesuai hati nuraninya." Gusmao menolak dimintai komentarnya soal siapa yang akan dia pilih pada saat di bilik suara nanti. "Itu rahasia antara Tuhan dan saya," katanya sambil tersenyum dan menutup bibir dengan telunjuk kanannya. (*)

Copyright © ANTARA 2007