Jakarta (ANTARA News) - Pejabat pada Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengemukakan rencana pemotongan tunjangan terhadap guru besar tidak dimaksudkan sebagai ancaman atau menakut-nakuti para guru besar, tapi lebih mendorong mereka agar dapat bekerja lebih optimal.

"Memang wacana pengurangan tunjangan dan tidak menaikkan pangkat terhadap guru besar yang tidak produktiif dalam kurun waktu tertentu itu sudah dibicarakan di bawah Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti), bulan silam, tetapi tujuannya memberikan motivasi agar mereka usai mendapatkan kompensasi besar melakukan tugasnya lebih giat lagi," kata Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti, Kemenristek Dikti Prof Dr Ali Gufron Mukti kepada Antara di Jakarta, Jumat.

Ia dimintai tanggapannya terkait rencana pemotongan tunjangan dan penundaan pangkat para guru besar di lingkungan perguruan tinggi yang akan dilaksanakan tahun 2017 jika para guru besar tersebut tidak melakukan penelitian dan kajian ilmiah yang terpublikasi.

"Profesor sudah seharusnya memberikan contoh dan memberikan inisiator peneliti. Jadi sangat wajar jika diberikan sanksi jika tidak melakukan tugasnya, salah satunya melakukan penelitian," kata Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristek Dikti Mohammad Dimyati, belum lama ini.

Dimyati juga menambahkan, profesor yang dalam satu tahun tidak menerbitkan penelitian ilmiah, kenaikan pangkatnya akan ditunda.

Menurut Ali Gufron, puncak karir fungsional tertinggi sebagai seorang pendidik di lingkungan perguruan tinggi adalah guru besar. Oleh karenanya, ketika seseorang sudah diberikan amanah sebagai guru besar, dia juga harus menjalankan fungsinya, mengajar, meneliti, mengabdi dan memberikan contoh kepada para dosen juniornya.

"Itulah esensi seorang guru besar, karena itu negara juga ikut memikirkan tingkat pendapatannya agar kehidupannya cukup layak," katanya.

Ia mengatakan, keprihatinan yang sering disampaikan oleh Menteri Ristek Dikti Muhammad Nasir terhadap kelemahan para guru besar di Indonesia karena minimnya jumlah penelitian ilmiah yang terpublikasikan di jurnal internasional.

"Harus diakui, jumlah peneliti dan hasil penelitian dari para dosen di Indonesia minim jika dibanding dengan negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia dan Filipina. Bahkan Vietnam dalam waktu dekat ini bisa lebih unggul jumlah penelitiannya dibanding kita," katanya.

Menjawab pertayaan, Ali mengatakan, pihaknya sudah menyediakan list jurnal yang bereputasi internasional. Silahkan para peneliti datang ke Dikti melihat nama jurnal dari berbagai negara. Mengapa Dikti mempunyai list, atau daftar karena banyak juga jurnal abal-abal atau istilahnya jurnal predator.

"Jika ada dosen yang punya karya ilmiah dan sulit mencari kanalnya, kami dapat membantu memberikan panduan," katanya.

Ali Gufron yang juga mantan Wakil Meteri Kesehatan di era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono juga mengisyaratkan adanya pemotongan anggaran di direktoratnya.

"Dalam daftar isian Pelaksana Anggaran APBN 2016/2017 ada pemotongan khususnya bidang perbaikan dan pendirian gedung di lingkungan universitas. Tetapi pemotongan itu dipastikan tidak akan mengganggu program Kemenristek Dikti, karena bukan pada urusan substansi. Pagu anggaran perbaikan tahun silam lebih dari Rp1,8 triliun saat ini agaknya turun sekitar 40 persen," kata Ali seraya menambahkan, kita juga ikut prihatin jika target penerimaan pajak tidak tercapai.

Dengan adanya potongan anggaran, pihaknya tentu akan lebih selektif memprioritaskan pekerjaan mana yang perlu dan kembali mencoret mana yang perlu ditunda. Intinya, pemotongan anggaran tidak mengganggu program Dikti dan harus diterima lapang dada karena negara juga sedang mengalami kesulitan keuangan, kata Ali Gufron.

Pewarta: Theo Yusuf
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016