Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan Australia sepakat untuk membawa isu mengenai pelestarian hutan dalam Konferensi Internasional mengenai Perubahan Iklim diselenggarakan di Bali, 3-12 Desember 2007. Hal itu dinyatakan oleh Menteri Lingkungan Hidup kedua negara kepada wartawan setelah pertemuan tertutup membahas kerjasama bilateral di bidang lingkungan hidup di Jakarta, Senin. "Platform lengkapnya masih dalam pembahasan tetapi dari pembicaraan yang sudah terjadi maka yang sudah jelas adalah tentang `deforestasi dan reforestasi, tentang kelestarian hutan," kata Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Rachmat Witoelar. Menurut Rachmat, hal tersebut dilakukan karena selama ini masih kurang penghargaan yang diberikan terhadap pihak-pihak atau negara yang menjaga hutannya. "Padahal, hutan tersebut bukan semata-mata kekayaan negara tersebut namun juga kekayaan dunia, paru-paru dunia," ujarnya. Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Australia Malcolm Turnbull mengatakan bahwa sebagaimana dengan hutan di negara topis lainnya, hutan di Indonesia beberapa waktu terakhir terabaikan, bahkan oleh Protokol Kyoto sekalipun. "Yang kami (Pemerintah RI dan Australia) lakukan saat ini adalah memberikan nafas baru," ujarnya. Kedua negara, lanjutnya, sepakat menempatkan isu mengenai kelestarian hutan menjadi isu utama dari agenda perubahan iklim. Pada kesempatan itu Turnbull juga mengatakan sekalipun tidak meratifikasi Protokol Kyoto, Australia berusaha untuk memenuhi target penurunan emisi yang tercantum dalam protokol itu. Sementara itu pekan lalu, ditemui setelah memberikan laporan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rachmat mengatakan Indonesia sedang bersiap untuk menjadi tuan rumah konferensi internasional lingkungan hidup terbesar tentang perubahan iklim, yang diikuti oleh 189 negara dan 10 ribu peserta. "Ini akan menjadi ajang negosiasi antara negara-negara maju dengan negara-negara sedang berkembang karena, akan terjadi pelimpahan besar-besaran dari dana-dana untuk menangani iklim dari negara maju ke berkembang," katanya. Menurut perkiraan dalam waktu 10 tahun ini, lanjutnya, mungkin sekitar 20-30 miliar dolar AS akan melimpah ke masalah itu, yang diharapkan dapat menghentikan pemanasan bumi yang mengakibatkan perubahan iklim. Pada kesempatan itu Meneg LH menjelaskan bahwa sekalipun Indonesia merupakan salah satu penerima manfaat dana namun jika tidak melakukan persiapan matang maka akan sia-sia, lewat begitu saja. Meneg LH mengatakan salah satu proyek yang dapat digunakan untuk ajang penerimaan dana adalah proyek Mekanisme Pembangunan bersih. "Cara penyaluran dana itu yang nanti akan dibicarakan di Bali, dan berlakunya setelah 2012," katanya. Menurut pemantauan awal, lanjut Rachmat, jika tidak ada pelimpahan dana itu maka tidak akan ada gerakan pelestarian alam untuk menghambat perubahan iklim sehingga dunia ini akan tetap seperti sekarang. "Oleh karena itu pemberi dana seperti negara-negara barat mungkin lebih semangat daripada kita," katanya. Namun, kata Rachmat, jika tidak ada kesepakatan di Bali, maka menurut keyakinan semua negara tidak akan terjadi apa-apa, dan dunia akan karam.

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007