Ankara (ANTARA News) - Pemerintah Turki pada Rabu menahan 55 personel militer dan intelijen karena diduga terkait dengan ulama dukungan Amerika Serikat, Fethullah Gulen, beserta jaringannya, demikian seperti diberitakan media setempat.

Gulen dianggap sebagai dalang kudeta Juli, tambahnya.

Dalam rangkaian penggerebekan terbaru menyasar pelaku kudeta, polisi menjalankan operasinya di 31 provinsi setelah jaksa menerbitkan surat penangkapan bagi 101 tersangka, kata kantor berita pemerintah, Anadolu.

Sebuah faksi dalam militer menjalankan percobaan kudeta pada 15 Juli, menewaskan lebih dari 240 orang.

Gulen, ulama yang lama menjalani pengasingan di Pennsylvania sejak 1999 menyangkal tuduhan pemerintah bahwa dirinya dalang kudeta.

Turki sempat memberlakukan status darurat selama tiga bulan yang akan diperpanjang hingga tiga bulan ke depan pekan ini.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Turki menekankan pentingnya memulihkan kondisi negara hingga kembali normal.

"Tujuan status darurat adalah menyingkirkan ancaman terhadap tatanan demokrasi, hak mendasar, dan kebebasan, sehingga kita dapat kembali ke kondisi normal secepat mungkin," kata Ketua MK, Zuhtu Arslan, Rabu.

Pemerintah telah menskors lebih dari 100 ribu pegawai negeri, guru, hakim, jaksa, dan warga lainnya.

Sebanyak 32 ribu orang termasuk tentara dan wartawan resmi ditahan.

Kebijakan keamanan tersebut membuat pegiat hak dan sekutunya, negara barat menduga Presiden Tayyip Erdogan sengaja menggunakan kudeta gagal sebagai upaya menyingkirkan oposisi.

Mereka menilai langkah itu merupakan upaya Erdogan meningkatkan perlawanan terhadap simpatisan Kurdi.

Ankara menuntut agar pemerintah Amerika Serikat menahan dan mengekstradisi Gulen sehingga ia dapat diadili di Turki atas tuduhan mendalangi percobaan menjatuhkan pemerintahan, demikian Reuters melaporkan.

(KR-GNT)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016