Jakarta (ANTARA News) - Ahmad Yani dan Raoul Adhitya Wiranatakusumah, dua pengacara dari kantor Wiranatakusumah Legal and Consultant didakwa menyuap dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yakni Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya, dalam sebuah perkara perdata yang melibatkan sebuah perusahaan.  Partahi adalah juga anggota majelis hakim dalam perkara terdakwa Jessica Kumala Wongso yang dituntut 20 tahun penjara dalam kasus dugaan pembunuhan Wayan Mirna Salihin.

"Terdakwa Ahmad Yani bersama-sama dengan Raoul Adhitya Wiranatakusumah memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu seluruhnya 28 ribu dolar Singapura kepada hakim Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya melalui Muhammad Santoso dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Pulung Rinandoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu.

Casmaya adalah hakim yang juga banyak menangani perkara korupsi, salah satunya anggota majelis hakim dalam perkara suap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi  DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Tomo Sitepu.

Uang itu diberikan agar Partahi selaku ketua majelis hakim dan Casmaya selaku hakim anggota majelis memenangkan tergugat dalam perkara perdata yang diwakili Raoul, yaitu PT Kapuas Tunggal Persada (KTP), Wiryo Triyono dan Carey Ticoalu melawan penggugat PT Mitra Maju Sukses (MMS).  Satu anggota majelis hakim lainnya adalah Agustinus Setya Wahyu dengan panitera pengganti Muhammad Santoso.

Setelah beberapa persidangan, pada 4 April 2016, Raoul menghubungi Santoso dan menyampaikan keingian memenangkan perkara itu dengan mengupayakan hakim menolak gugatan PT MMS.

"Muhammad Santoso lalu menyarankan agar Raoul menemui Partahi Tulus Hutapea selaku hakim ketua majelis perkara tersebut," kata jaksa Pulung.

Pada 13 April 2016, Raoul mendatangi PN Jakpus untuk menemui Partahi, namun karena tidak ada di ruangan, Raoul menemui Casmaya.   Raoul baru berhasil menemui Partahi dan Casmaya pada 15 April 2016 di ruangan hakim lantai 4 PN Jakpus untuk membicarakan perkara itu.

Pada Juni 2016, Ahmad Yani diajak Raoul ke PN Jakarta Pusat dan diperkenalkan kepada Santoso dan kemudian mengkomunikasikan  perkembangan perkara itu karena Raoul berencana pergi ke luar negeri.

Pada 17 Juni 2016, Raoul menemui Santoso di PN Jakarta Pusat dan menjanjikan uang sebesar 25 ribu dolar Singapura agar hakim menolak gugatan. Uang untuk majelis itu tadinya akan diserahkan melalui Santoso sehingga Santoso mendapatkan imbalan 3.000 dolar Singapura. Ahmad Yani ditugaskan untuk menegaskan janji pemberian uang itu.

"Muhammad Santoso mengatakan ya udah oke dan kemudian menyampaikan hal ini kepada Casmaya selaku salah satu anggota majelis hakim," tambah Pulung.

Pertemuan selanjutnya terjadi pada 22 Juni 2016 di mana Raoul datang menemui Partahi dan Casmaya di ruang kerjanya di PN Jakpus.

Uang sebesar Rp300 juta diambil di Bank CIMB Niaga cabang Thamrin pada 24 Juni 2016 oleh Raoul ditemani Ahmad Yani. Selanjutnya Ahmad Yani ditugaskan menukar uang ke dolar Singapura menjadi 30 ribu dolar Singapura yang terdiri dari pecahan 1.000 dolar Singapura dan sisanya Rp3 juta.

Raol lalu meminta Ahmad Yani memisahkan uang untuk Partahi dan Casmaya selaku majelis ke amplop putih dengan tulisan "HK" berisi 25 ribu olar Singapura dan bagian Santoso dalam amplop putih tulisan "SAN" berisi uang 3.000 dolar Singapura, sedangkan sisa uang yang ditukarkan disimpan.

Hasilnya, pada 30 Juni 2016, majelis hakim yang diketuai Partahi Tulus Hutapea, beranggotakan Casmaya dan Agustinus Setya Wahyu , mengeluarkan putusan gugatan penggugat PT MMS tidak dapat diterima. Setelah vonis dibacakan hakim, Ahmad Yani dihubungi Santoso yang memberitahukan perkara telah dimenangkan.

"Karena itu Santoso meminta uang yang telah dijanjikan sebelumnya sebab salah satu anggota majelis hakim yaitu Casmaya juga menanyakan hal itu kepadanya," ungkap  Pulung.

Uang disepakati diambil oleh Santoso di kantor Wiranatakusumah Legal and Consultant di Menteng. Santoso tiba di situ sore hari dan menerima uang 28 ribu dolar Singapura dari Ahmad Yani. 

Atas dakwaan tersebut, Ahmad Yani didakwa dengan ancaman pidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta. 

Ahmad Yani kemudian mengajukan eksepsi (nota keberatan)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016