Mereka menyuruh saya mengaku dengan rekaman CCTV sebagai senjata
Jakarta (ANTARA News) - Jessica Kumala Wongso terdakwa tewasnya Wayan Mirna Salihin membacakan nota pembelaan (pleidoi) yang ditulisnya sendiri pada sidang ke-28 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu.

Jessica yang tampil dengan kemeja putih dan mengenakan kacamata berbingkai hitam, membacakan pleidoinya sambil menahan tangis di hadapan majelis hakim yang dipimpin Kisworo.

"Mirna adalah teman yang baik, ramah dan jujur. Selain itu dia humoris," kata Jessica mengawali nota pembelaannya.

Jessica langsung mengeluhkan bagaimana beratnya menjalani hari-hari sebagai tersangka, terutama saat menghadapi kerabat dan teman-teman Mirna yang juga menjadi temannya saat berkuliah di Australia.

"Saya tahu Mirna meninggal. Cuma mereka (kerabat korban) memperlakukan saya seperti sampah," ucap Jessica.

"Itu membuat saya berpikir apakah mereka menjadi jahat karena kehilangan Mirna atau mereka jahat sehingga kehilangan Mirna. Saya tidak membunuh Mirna," lanjut wanita yang berulangtahun ke-28 pada Minggu lalu.

Jessica menyebutkan bahwa ia tidak memiliki firasat buruk sebelum kejadian saat tiba lebih dahulu untuk memesan minuman untuk Mirna di Kafe Olivier.

"Sebelum kejadian saya tidak punya firasat apapun. Kebetulan yg tidak saya mengerti," tegasnya.

Jessica yang pernah bekerja sebagai desain grafis di perusahaan New South Wales Ambulance Australia mengatakan keluarganya menderita saat kasus ini menjadi besar.

"Kejadian ini dibesarkan. Keluarga saya dipojokkan dan dibuat menderita," katanya.

"Saya bingung harus berbuat apa. Saya panik apakah benar ini gara-gara kopi?"

"Saya tidak menaruh racun di minuman Mirna. Apa yang bisa saya lakukan untuk bisa mengubah semuanya. Dalam waktu yang cukup lama saya tidak bisa membela diri," tutur Jessica.

Kasus ini juga menjadi hantaman bagi Jessica yang terpaksa berselisih dengan keluarganya sendiri.

"Saat mirna meninggal, Mimpi buruk saya dan keluarga saya dimulai," lanjutnya.

"Berselisih dengan saudara dan membuat tetangga terganggu. Banyak orang berdatangan," ucap dia.

"Terpaksa tampil di media. Padahal saat itu kami hanya mencari kenyamanan dan ketenangan. Bahkan polisi ada yang mendatangi saya sampai ke rumah," keluh Jessica.



Semakin menderita

Jessica semakin menderita setelah ditangkap polisi pada Sabtu 30 Januari 2016 di Hotel Neo, Mangga Dua, Jakarta Utara. Sejak penangkapan itu, Jessica mengaku mendapat tekanan dari penyidik kepolisian agar mengakui perbuatannya.

"Mulai hari penangkapan. Tekanan dari polisi makin terlihat. Mereka menyuruh saya mengaku dengan rekaman CCTV sebagai senjata. Saya Tidak akan bisa mengakui perbuatan yang tidak saya lakukan dan tidak berhak saya lakukan," keluh Jessica.

Jessica harus tinggal di dalam sel tahanan dengan lampu penerangan yang menyilaukan mata.

"Saya dimasukkan dalam kamar 1,5 x 2 meter. Kenapa saya diperlakukan seperti ini? Saya tidak bisa membayangkan bagaimana tersiksanya keluarga saya."

"Pada malam berikutnya Dirkrimum (Polda Metro Jaya) datang ke ruangan saya. Dia merendahkan dirinya datang ke tahanan dan mempertaruhkan jabatannya untuk menjadikan saya tersangka dengan dalih telah memeriksa CCTV teliti."

Jessica menambahkan, "Pada intinya mereka meminta mengaku karena hanya divonis 7 tahun, tidak seumur hidup."



Saat terberat

Momen paling berat bagi Jessica adalah saat mendapati tatapan sinis para pegawai Olivier yang seolah memandangnya sebagai pembunuh. Saat itu Jessica yang sudah mengenakan baju tahanan juga harus menghadapi Arief Soemarko, suami Mirna, dan teman-teman lainnya.

"Pengalaman terberat saat rekontruksi di Grand Indonesia. Dengan memakai baju tahanan, saya mendapat tatapan sinis dari para pegawai Kafe Olivier. Banyak polisi yang seolah mengintimidasi saya," kata dia.

"Yang paling hancur adalah saat saya bertemu Arief dan teman-teman saya yang menatap saya sinis. Saya menerima perasaan mereka dan berdoa semoga Tuhan memberikan jalan keluar," kata Jessica, masih menangis.

"Saya harus menghadapi pengunjung yang mengecap saya pembunuh berdarah dingin. Saya gak tau bagaimana saya bisa melewati hal-hal itu," lanjut Jessica.

Kendati demikian, Jessica tetap bersyukur karena masih ada orang-orang yang memberikan dukungan atas kasus yang dihadapinya sejak awal tahun 2016 ini.

"Saya bersyukur ada orang yang saya kenal secara pribadi maupun tidak tetap memberikan dukungan. Saya ucapkan terima kasih."



Meminta keadilan

Jessica berharap dengan dibacakannya nota pembelaan pada sidang ke-28 ini, majelis hakim bisa menimbang dan memberikan keputusan yang bijaksana terkait perkara ini.

Pada sidang pekan lalu, Jaksa menuntut Jessica dengan hukuman 20 tahun penjara atas tewasnya Mirna. Jaksa juga tidak memberikan keringanan karena Jessica dianggap berbelit dalam memberikan keterangan dan tidak mengakui perbuatan.

"Saya berharap yang mulia memutuskan dengan bijaksana. Saya bersumpah karena saya bukan pembunuh," kata dia.

Pada bagian akhir pleidoi, Jessica sempat menyatakan bahwa ia sama sekali tidak meracuni Mirna yang juga menjadi sahabatnya.

Jessica mengatakan bahwa Mirna akan tetap hidup di hatinya.

"Mirna itu teman saya. Dia akan tetap hidup di hati saya. Dia tahu saya tidak meracuninya," demikian pleidoi Jessica.

Pewarta:
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016