Denpasar (ANTARA News) - Mengenakan busana adat khas Bali, pelajar putra-putri dari semua jenjang pendidikan di Pulau Bali dijadwalkan mengadakan persembahyangan bersama di sekolahnya masing-masing. Para pelajar mulai dari Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU) hingga perguruan tinggi absen dari proses belajar mengajar, guna merayakan Hari Raya Saraswati, hari lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Hari Raya Saraswati kali ini jatuh pada hari Sabtu (14/4) merupakan hari yang sangat istimewa bagi umat Hindu, khususnya para siswa dan mahasiswa di Pulau Dewata. Keistimewaan itu terlihat dari kesungguhan mereka melaksanakan peringatan Hari Raya Saraswati. Bahkan, masing-masing sekolah maupun perguruan tinggi seperti Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar membentuk panitia khusus untuk menyukseskan salah satu upacara keagamaan bagi umat Hindu tersebut. Selain itu digelar pula berbagai perlombaan antara laim pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu (kekawin) maupun merangkai janur (mejejahitan) dan membuat gebogan, tutur Dosen IHDN Denpasar, Drs I Ketut Sumadi, MSi. Dosen senior kelahiran Gianyar, 45 tahun silam itu menambahkan, patung Dewi Saraswati, "wanita cantik" seperti umumnya dipajang di halaman masing-masing sekolah di Bali merupakan lambang dari ilmu pengetahuan dan teknologi. "Wanita cantik" yang penuh arti simpati dan berwibawa, memiliki empat tangan masing-masing memegang keropak (mendalami ilmu pengetahuan), bunga teratai (lambang kesucian), genitri (belajar seumur hidup) serta alat musik (ilmu pengetahuan itu indah dan berirama). Ilmu pengetahuan itu diibaratkan air yang terus mengalir tidak terbendung. Jika ada orang setelah belajar menjadi merasa pintar, dan berhenti belajar, padahal masih banyak yang harus dipelajari dan menyerahkan ilmu yang "dimiliki" kepada "Dewi Saraswati" agar pemiliknya menjadi penuh wibawa, jauh dari egoisme dan kesombongan. Sehari menjelang hari Saraswati, Jumat (13/4) para siswa selain mengikuti perlombaan yang digelar di masing-masing sekolah, juga menghias tempat suci (pura) yang ada di sekolahnya, sekaligus persiapan untuk mengadakan persembahyangan bersama keesokan harinya. Sementara itu, kalangan pria membuat penjor (hiasan bambu) untuk dipasang di depan sekolah maupun di depan pura sekolah, sementara yang wanita membuat hiasan dari janur. Sedangkan, keperluan "banten" (upakara), yakni rangkaian janur dengan kombinasi bunga, aneka buah-buahan dan jajan umumnya sudah disiapkan sekolah atau oleh guru Agama Hindu sekolah masing-masing. Persiapan yang dilakukan secara baik itu, para siswa beserta guru, mahasiswa dan dosennya, keesokan harinya pada Hari Saraswati (Sabtu, 14/4) diadakan persembahyangan di sekolah masing-masing. Persembahyangan yang dipimpin oleh seorang pemangku atau pedeta, pemimpin upacara umat Hindu berlangsung secara khidmat diiringi dengan pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu (kekidung) serta instrumen gamelan gong. Para siswa selesai melakukan persembahyangan di sekolahnya masing-masing, umumnya kembali melakukan kegiatan serupa di Pura Agung Jagatnata, jantung kota Denpasar. Banyaknya pelajar dan masyarakat umum melakukan persembahyangan, sementara areal pura tidak sanggup menampung luapan umat, terpaksa persembahyangan dilaksanakan dalam beberapa gelombang. Meskipun demikian persembahyangan tetap berlangsung secara khikmad dan tertib diiringi pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu (Kekidung) dan alunan gamelan gong, salah satu jenis kesenian tradisional Bali. Hari Saraswati jatuh setiap 210 hari sekali, dirayakan dengan mempersembahkan "bebantenan", rangkaian janur sebagai lambang baktinya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Drs I Ketut Sumadi, MSi menjelaskan, pendalaman iptek pada usia muda sangat penting artinya dalam membekali diri, menghadapi tantangan serta tugas yang sangat berat dan komplek. Ilmu pengetahuan atau "Dewi Saraswati" sebagai guru sejati mampu menuntun dan mencerdaskan kehidupan manusia dan memancarkan sinar suci dalam upaya menghapus kegelapan umat manusia. "Buku adalah `jendela dunia`, karena semakin banyak membaca buku yang memuat berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi akan mampu mencetak seseorang bertambah pintar dan semakin luas cakrawala berpikirnya," ujar Sumadi. Bagi masyarakat Bali, tidak cukup hanya memiliki kepintaran dan kecerdasan otak, namun dituntut memiliki hati nurani yang cemerlang dan kejujuran. Hal itu penting karena kepandaian tanpa dilandasi hati nurani yang suci dan kejujuran akan menjadikan manusia itu sombong dan menyalahgunakan iptek untuk tujuan yang merusak tatanan kehidupan. "Jika ilmu pengetahuan atau kepintaran itu dimanfaatkan untuk tujuan yang tidak baik disebut dengan `guna sadripu`, salah satu dari enam musuh yang bersemayam dalam diri manusia," ujar Sumadi, alumnus program strata dua (S-2) Kajian Budaya Universitas Udayana. Umat Hindu pada hari Saraswati dituntut mampu menyadarkan diri akan arti penting memuliakan iptek dan memanfaatkan kepandaian untuk membangun berbagai aspek kehidupan demi kesejahteraan umat manusia. Hari Raya Saraswati sekaligus menjadi momentum pencerahan kepada umat Hindu ditengah kegelapan materialisme, sekaligus mengembangkan akal budi nurani yang luhur. Pada hari Saraswati semua buku, lontar, atau pustaka suci lainnya diberi persembahan banten saraswati, kemudian dilanjutkan dengan persembahyangan memuja Dewi Saraswati, manifestasi Tuhan sebagai pencipta dan pemelihara ilmu pengetahuan. Pemujaan dan semua yang berhubungan dengan Brata Saraswati (hal-hal penting) dilaksanakan pada pagi hari atau sebelum tengah hari atau pukul 12.00 waktu setempat. Sebelum pemujaan Dewi Saraswati dilakukan tidak diperkenankan membaca atau menulis mantra dan kesusastraan. Bagi orang yang melaksanakan Brata Saraswati secara penuh dengan melakukan meditasi, yoga, samadhi, tidak diperkenankan membaca dan menulis selama 24 jam. Dalam mempelajari segala ilmu pengetahuan agar senantiasa dilandasai dengan hati yang jernih, penuh rasa bhakti ke hadapan Sang Hyang Saraswati termasuk merawat perpustakaan yang dimiliki. Ada pun banten atau sesaji yang dipergunakan sebagai persembahan pada Hari Saraswati dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu banten yang utama (besar), madya (sedang) dan nista (kecil). (*)

Oleh Oleh I Ketut Sutika
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007