Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan pemanfaatan ruang publik untuk usaha ritel harus diatur secara transparan dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Toko Modern. "Untuk masalah lokasi (zoning) kami menyampaikan kepada Menteri Perdagangan, selain mengatur jarak antara pasar modern dan pasar tradisional, kami juga meminta agar transparansi pemanfaatan ruang publik dimasukkan dalam perpres tersebut," kata Ketua KPPU Muhammad Iqbal di Jakarta, Senin. Menurut dia, setiap peritel memiliki akses yang sama dalam pemanfaatan ruang publik, namun sering diabaikan oleh pemerintah daerah (pemda) dengan menentukan sendiri developer yang akan mendirikan usaha ritel. Ia mencontohkan dalam rehabilitasi Pasar Tanah Abang dan Melawai, PD Pasar Jaya menentukan sendiri kontraktor dan akhirnya pedagang terbebani karena harus membayar dengan harga yang mahal. "Seharusnya mereka menggelar tender terbuka untuk mencari harga yang kompetitif dan terjangkau oleh para pedagang karena dana rehabilitasi tersebut dibebankan kepada pedagang," jelasnya. Tutupnya pasar tradisional, lanjut Iqbal, bukan semata-mata karena kehadiran pasar modern namun juga akibat regulasi yang keliru dari pemda. "Kalau pasar tradisional tidak tertata dengan kondisi fisik yang becek dan berantakan seperti sekarang, tanpa kehadiran pasar modern pun dengan sendirinya akan tutup," ujarnya. Pemerintah, lanjut dia, seharusnya lebih fokus dalam membangun dan mengembangkan pasar tradisional. "Kalau tidak mereka akan mati dengan sendirinya walaupun dilindungi Perpres tersebut,"tuturnya. Iqbal menilai Perpres pasar dan toko modern tidak akan merangkul semua permasalahan ritel oleh karena itu perlu dibuat Undang-Undang Ritel. "Dalam jangka panjang, Depdag sudah memprogramkan untuk membuat UU ritel," ungkapnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007