Beijing (ANTARA News) - Anda warga negara Indonesia (WNI) yang kebetulan ingin berkunjung ke Beijing, baik untuk berwisata atau menetap, ada baiknya mengusai Bahasa Mandarin. Jika tidak, maka siap-siaplah untuk menemui kesulitan. Meski ibukota China itu, merupakan kota internasional yang setiap tahun dikunjungi jutaan wisatawan asing dan tahun depan menjadi tuan rumah Olimpiade 2008, namun mayoritas penduduknya tidak berbahasa Inggris. "Memang sangat sedikit warga Beijing yang bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris, sehingga menyulitkan warga asing yang berada di sini," kata Gandhi, seorang mahasiswa S2 asal Indonesia. Hambatan berkomunikasi sudah mulai dirasakan ketika tiba di bandara internasional Beijing. Ketika hendak ke toilet, petugas pembersih hanya terdiam saja saat ditanya dengan bahasa Inggris. Belum lagi ketika hendak bepergian dengan menggunakan taksi, maka kebanyakan pengemudi taksi di Beijing tidak bisa berbahasa Inggris meski dalam percakapan yang sangat sederhana. Kesulitan tidak sampai di situ saja, ketika kita pergi ke kantor untuk mengurus dokumen "Izin Menetap Bagi Warga Asing" di kantor imigrasi di kawasan Dongdajie, Andingmen, Distrik Dongcheng, hampir semua karyawan mulai dari petugas penerangan hingga petugas yang melayani warga asing, tidak mampu berbahasa Inggris. Padahal warga asing yang ingin menetap di Beijing, wajib berurusan dengan kantor ini, untuk mendapatkan "Izin Menetap Bagi Warga Asing". Jika selama 30 hari belum juga memiliki dokumen itu, maka sejumlah denda akan dikenakan. Ketidakmampuan berbahasa Inggris juga banyak ditemui di sejumlah tempat layanan umum seperti bank dan hotel, sehingga seringkali warga asing musti menggunakan bahasa "Tarzan". Terlebih jika harus berkomunikasi dengan pedagang kaki lima, pedagang di pasar tradisional, atau dengan masyarakat biasa. Jika menanyakan sesuatu dengan bahasa Inggris, maka mereka akan menjawabnya dengan bahasa China yang justru lebih panjang dari apa yang kita tanyakan. "Salah satu kendala yang ditemui warga asing termasuk WNI yang datang ke Beijing adalah masalah komunikasi. Dahulu ketika saya pertama kali datang ke Beijing juga mengalami kesulitan berkomunikasi," kata Gandhi, berkisah saat pertama kali datang ke Beijing. Hadi Hudayat, salah seorang staf lokal KBRI Beijing mengatakan, dirinya membutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk lancar berkomunikasi di China. Ia mengaku selama ini tidak pernah memperoleh pendidikan formal menulis, membaca dan berkomunikasi dalam bahasa Mandarin. "Saya hanya sering mendengarkan saja orang-orang berbicara dan lama-lama bisa dengan sendirinya," katanya. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan formal bahasa Mandarin, maka Hadi hanya bisa berkomunikasi saja, tapi untuk menulis dan membaca aksara China tidak bisa. Tidak Usah Takut Sekalipun tidak bisa bahasa Mandarin, warga asing tidak perlu takut datang ke Beijing. Buktinya, di Beijing masih banyak terlihat warga asing dari berbagai belahan dunia yang bekerja dan menetap di Beijing, seperti di kawasan diplomatik, Sanli Tun. "Sebenarnya kita tidak usah khawatir datang ke Beijing hanya karena kesulitan berkomunikasi. Banyak cara yang bisa kita pergunakan untuk memudahkan berkomunikasi dengan warga Beijing," kata Gandhi. Salah satu cara paling ampuh yang bisa digunakan, tentunya belajar bahasa Mandarin, dari buku praktis yang banyak dijual di toko-toko buku. "Di Indonesia sudah banyak kamus praktis berbahasa China. Itu sebenarnya bisa kita gunakan jika kita memang mau datang ke China," tambahnya. Alternatif lain adalah kita bisa menemui WNI yang ada di Beijing dan meminta bantuan sebagai pemandu. Menguasai tulisan China juga penting, karena tidak semua warga China bisa membaca huruf latin. Mereka umumnya hanya bisa membaca dan menulis aksara China. Kalau sudah begitu maka ada baiknya kita minta tolong orang yang bisa menulis aksara China, yang berisikan nama dan alamat yang akan dituju. Langkah itu sangat penting mengingat apabila kita hendak bepergian, maka secarik kertas itulah yang akan kita tunjukkan ke supir taksi dan supir taksi akan mengerti kemana keinginan tujuan kepergian kita. "Memang kalau kita tidak bisa berkomunikasi China, sebaiknya kita minta tolong kenalan atau kawan untuk menuliskan alamat dengan huruf China di kertas. Karena kalau kita menulis dengan aksara Latin banyak supir taksi yang tidak bisa membaca," kata Hadi Hidayat. Umumnya, kata Gandi dan Hadi, supir taksi di Beijing juga bisa memaklumi kesulitan berkomunikasi dengan warga asing dan para supir taksi jarang sekali yang "ngerjain" warga asing. Upaya lain WNI yang ingin berkunjung ke Beijing khususnya dan China umumnya dan tidak ingin menemui kesulitan berkomunikasi adalah mengikuti paket tur yang banyak ditawarkan agen perjalanan di Indonesia. Dengan paket tur itu, segalanya akan diatur oleh pemandu dengan bahasa Indonesia. Dengan mengikuti paket tur, WNI tinggal mengikuti program kunjungan ke sejumlah obyek wisata yang telah diatur oleh agen, seperti ke Lapangan Tiananmen, Tembok China, atau Kota Terlarang. "Dijamin kalau mengikuti program tur yang ditawarkan pengelola tur dari Indonesia, WNI tidak akan kesulitan selama berada di China karena sudah ada pemandu yang fasih berbahasa China," katanya. Sekalipun hampir semua tempat di Beijing, baik kantor pemerintahan dan swasta, pekerjanya sulit berkomunikasi, namun ada satu kawasan yang berbahasa Inggris. Lokasi dimaksud adalah Pasar Pakaian Ya Show yang terletak di kawasan Sanli Tun yang tidak terlalu jauh dengan kawasan diplomatik. Di tempat lokasi belanja yang banyak didatangi warga asing itu, hampir semua pedagangnya bisa berkomunikasi dengan bahasa Inggris walaupun terbata-bata. "Kita di sini memang dituntut bisa berbahasa Inggris karena pembelinya banyak warga asing dan lama-lama saya bisa bahasa Inggris walaupun terbatas sekali," kata Xiu Lien. Sekalipun banyak pedagang yang mampu sedikit berbahasa Inggris, tapi tak pelak peran alat hitung (kalkulator) menjadi sangat penting untuk menyebutkan harga sesuai yang ditawar. Antara pembeli dan penjual biasanya saling memencet kalkulator untuk berkomunikasi. Jadi, bagi warga Indonesia yang ingin jalan-jalan seorang diri, wisata berkelompok atau menetap di Beijing, tidak usah takut, karena banyak cara untuk mengatasi komunikasi, asalkan mempunyai niat baik.(*)

Oleh Oleh Ahmad Wijaya
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007