Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan semangat kedaerahan yang muncul setelah era reformasi hendaknya sejalan dengan pemahaman konstitusi (UUD 1945) sehingga keutuhan bangsa tetap terjaga. "Setelah reformasi, tumbuh semangat kebangsaan. Mari kita isi dengan pemahaman konstitusi," kata Jimly dalam acara peluncuran buku UUD 1945 dalam bahasa Mandarin di Jakarta, Rabu malam. Menurut Jimly, era reformasi telah membuka kesempatan bagi semua orang untuk mengekspresikan diri, termasuk memperjuangkan eksistensi etnis dan semangat kedaerahan. Apabila semangat kedaerahan tidak diarahkan untuk kepentingan bersama maka yang akan terjadi adalah disintegrasi bangsa. "Semangat kedaerahan bisa bersifat positif dan negatif," katanya. Untuk itu, Jimly menegaskan hendaknya semangat kedaerahan dapat diisi dengan dialog dan kegiatan yang bermuara pada pemahaman UUD 1945. Pemahaman konstitusi dalam semangat kedaerahan, katanya, antara lain dapat dilakukan dengan penerjemahan konstitusi ke dalam bahasa daerah. Penerjemahan konstitusi ke dalam sejumlah bahasa daerah seperti Jawa, Sunda, Aceh, Batak, dan Bugis itu, katanya, merupakan salah satu program kerja sama MK dengan beberapa pusat kajian konstitusi yang ada di daerah. Selain memperkuat lokalitas dan menjaga kesatuan bangsa, penerjemahan UUD 1945 juga merupakan media pendidikan konstitusi kepada warga negara dari semua lapisan. "Sehingga ide tentang konstitusi tidak hanya di kalangan elit," kata Jimly menambahkan. Pendidikan konstitusi, menurut Jimly, sangat penting karena sejak era reformasi UUD 1945 telah terjadi perubahan besar, terutama setelah diamendemen sebanyak empat kali dalam kurun waktu empat tahun sejak 1999 hingga 2002. Sebelum dilakukan perubahan, menurut dia, UUD 1945 hanya terdiri dari 71 butir ayat. Jumlah itu bertambah menjadi 199 butir ayat setelah dilakukan empat kali perubahan. Jimly menambahkan, dari 71 ayat lama hanya 25 ayat yang tidak mengalami perubahan, sehingga bisa dikatakan substansi UUD 1945 sudah mengalami perubahan yang drastis. Selain dalam skala lokal, Jimly juga mengharapkan pemahaman konstitusi dilakukan dalam skala global. Hal itu antara lain dapat dilakukan dengan penerjemahan konstitusi ke dalam bahasa negara-negara yang termasuk kategori pusat peradaban besar dunia.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007