Canberra (ANTARA News) - Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Angkatan Bersenjata Australia (ADF) sepakat meningkatkan kerjasama dalam operasi kemanusiaan dan penanggulangan bencana, operasi pasukan penjaga perdamaian, hingga pertukaran informasi intelijen untuk memerangi terorisme. Kesepakatan itu dicapai dalam pertemuan antara Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Suyanto dan Panglima ADF, Marsekal Allan Grant (Angus) Houston, di Canberra sepanjang Rabu (18/4). Djoko Suyanto kepada ANTARA mengatakan, dalam kerjasama kontra terorisme, kedua angkatan bersenjata mengambil porsi yang sangat strategis untuk mengatasi ancaman terorisme, namun tidak dalam bentuk aksi memerangi secara bersama-sama melainkan pertukaran informasi intelijen. "Kita menjalin kerja sama dalam bentuk bukan aksi memerangi bersama tetapi bagaimana kita `sharing intelligent information( bertukar data intelijen, red) ` dulu. Jadi, Asistel (TNI) sudah ke sini bulan lalu untuk menginisiate(memprakarsai, red) kerja sama bidang berbagai informasi intellijen," katanya. Ketiga subyek kerjasama itu, kata Panglima Marsekal Djoko Suyanto, mengemuka dalam pembicaraannya dengan Marsekal Angus Houston dan pejabat lain di lingkungan Dephan Australia, termasuk Kepala Staf Angkatan Darat Australia, Letjen P.F. Leahy dan Sekretaris Pembantu Pertama Urusan Kebijakan Luar Negeri, Stephany Foster. Kedua pihak, katanya, berkeinginan untuk memperkuat ketiga kerjasama itu di masa mendatang tanpa mengensampingkan program kerjasama yang telah ada selama ini, seperti pertukaran siswa, saling kunjung perwira, serta latihan dan operasi bersama. Selain itu, Djoko Suyanto mengatakan, kedua panglima juga mencoba untuk memayungi kerjasama antar matra (darat, laut dan udara) angkatan bersenjata kedua negara yang telah berjalan baik selama ini melalui semacam "joint statement" yang menekankan pentingnya kerja sama yang ada ditingkatkan. "Masing-masing angkatan itu sudah menjalin kerja sama baik latihan, pendidikan, maupun pertukaran sejak lama. Sayangnya, tidak terwadahi secara formal di level atasnya, yakni antara saya, Panglima TNI, dan Australian Chief of Defence Force. Itulah yang coba kita formulasikan untuk mewadahi atau memayungi kerja sama antar angkatan tadi," katanya. Menyinggung tentang tindak lanjut Perjanjian Keamanan RI-Australia yang juga dikenal dengan sebutan "Lombok Treaty", Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto mengatakan, apa yang dilakukannya selama kunjungan dua hari di Australia ini adalah bagian dari tindak lanjut Lombok Treaty itu dari porsi TNI. Tindak lanjut di tingkat menteri luar negeri dan menteri pertahanan juga akan dan terus dilakukan, katanya. "Di level menteri pertahanan misalnya, mungkin diformulasikan `defence cooperation agreement (perjanjian kerja sama pertahanan). Saya tidak tahu kapan karena itu bukan di level saya. Itu nanti porsinya Dephan...," katanya. Setelah pernyataan bersama dicapai, langkah berikutnya adalah bagaimana mendorong tindak lanjut semua kesepakatan yang ada di tingkat implementasi yang mengalir dari kebijakan menteri pertahanan kedua negara, katanya. Selama kunjungan Panglima TNI di Canberra, ia antara lain didampingi Dubes RI untuk Australia dan Vanuatu, TM Hamzah Thayeb, Asintel Kasum TNI, Mayjen TNI Eddi Budianto dan Atase Pertahanan KBRI Canberra Marsekal Pertama TNI Kuswantoro. Panglima TNI terbang ke Sydney dengan pesawat khusus Royal Australian Air Force (RAAF) yang lepas landas dari Pangkalan Udara RAAF Fairbain, Canberra, Kamis. Selama di Sydney, Marsekal Djoko Suyanto mengatakan, ia akan melakukan kunjungan kehormatan kepada Perdana Menteri John Howard kendati belum pasti mengingat padatnya kegiatan perdana menteri. Terus Menguat Sebelumnya, Atase Pertahanan RI di Canberra, Marsma TNI Kuswantoro, mengatakan, hubungan militer kedua negara terus menguat dalam beberapa tahun terakhir. Kedua angkatan bersenjata terlibat dalam latihan bersama dan saling mengirimkan perwiranya untuk mengikuti sesko dan lemhanas di masing-masing negara. "Setiap tahunnya, kita mengirimkan masing-masing tiga orang untuk mengikuti sesko dan Lemhanas Australia (Defence Strategic Studies Course-red.). Selain itu, sebanyak 14 perwira TNI mendapatkan bea siswa dari Pemerintah Australia untuk melanjutkan studi magister bidang studi-studi manajemen pertahanan," katanya. Terkait dengan peningkatan hubungan militer kedua negara, Angkatan Udara Australia baru-baru ini menyerahkan bantuan suku cadang Hercules C-130E senilai Rp2,8 miliar kepada TNI AU guna meningkatkan kemampuan TNI-AU dalam operasi bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana di Tanah Air. Seperti termuat dalam informasi KBRI Canberra, disebutkan bahwa Indonesia dan Australia mengembangkan kerja sama pertahanannya sejak 1968 yang dimulai dengan program pemetaan di Indonesia. Selanjutnya, pada dekade 1980-an, kerja sama tersebut diwadahi dalam suatu lembaga yang disebut "Indonesia-Australia Defence Cooperation Program" (DCP). DCP ini memiliki kegiatan rutin setiap tahun berupa pertemuan yang dilaksanakan secara bergiliran di Australia dan Indonesia. Beberapa kerjasama yang telah dilakukan selama ini adalah Latihan Kartika-Kangaro (TNI-AD), Latihan Albatros (TNI AU) dan Latihan Kakadu, latihan Cassoary, Passex dan Latihan Cakrawala baru, serta pengadaan kapal patroli dan pesawat Nomad (TNI AL). Kendati kerja sama militer kedua negara sempat terganggu akibat krisis Timor Timur tahun 1999 dengan dihentikannya seluruh kegiatan DCP kecuali program pendidikan, kedua pihak berupaya kembali memperbaiki kerja sama bilateralnya yang ditandai dengan penyelenggaraan pertemuan informal pejabat Dephan RI dan Dephan Australia tahun 2001. Selanjutnya kerja sama pertahanan kedua negara kembali membaik, seperti dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan bersama yang diselenggarakan Dephan, angkatan bersenjata dan satuan angkatan bersenjata kedua negara. Beberapa kegiatan itu adalah dialog strategis pertahanan, penelitian dan analisis bidang intelijen, seminar keamanan maritim, manajemen konsekuensi dan kontra terorisme, dan seminar tentang pasukan penjaga perdamaian.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007