Bengkulu (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR RI Saidi Butarbutar menyatakan bahwa rendahnya daya serap anggaran pemerintah belakangan ini, terjadi karena adanya ketakutan dari para pengguna yang khawatir akan terkena sanksi hukum bila diketahui ada penyimpangan atau kebocoran. "Daya serap anggaran kini baru sekitar 30 persen, memang relatif rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, itu akibat ketakutan dari para Satker (satuan kerja). Mereka tidak bisa lagi `main-main` dalam mengelola dan menggunakan anggaran," kata Butarbutar ditemui usai melakukan pertemuan dengan jajaran pejabat Dirjen Anggaran, Kantor Pajak dan Kantor Lelang Negara Provinsi Bengkulu di Bengkulu, Selasa. Menurut Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR itu, lebih baik terjadi keterlambatan dalam penggunaan anggaran daripada pengeluaran lancar tapi kemudian terjadi penyimpangan dan kebocoran. Lemahnya penyerapan itu merupakan konsekuensi dari upaya perbaikan yang ingin dilaksanakan oleh pemerintah saat ini. Sekecil apa pun pengeluaran harus dipertanggungjawabkan dan diawasi secara ketat. "Siapa pun yang terbukti melakukan penyimpangan akan diperiksa oleh aparat para penegak hukum, baik itu Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksanaan Agung maupun Kepolisian, dan karena itulah menimbulkan ketakutan," katanya. Bahkan saat ini jangankan untuk menjadi penanggungjawab kegiatan, ditunjuk menjadi panitia lelang saja orang sudah takut. Berbeda dengan sebelumnya, ketika anggaran disahkan maka orang berebut untuk menjadi pelaksana kegiatan, karena akan mendapat keuntungan. Tolok ukur penggunaan anggaran semata-mata untuk mengejar agar dana yang telah dialokasikan habis, meski banyak yang tidak tepat sasaran. "Sumber Daya Manusia (SDM) kita ini sudah rusak maka banyak sekali anggaran yang bocor. Kalau kata Prof Sumitro (pengamat ekonomi-red) kebocoran anggaran minimal 30 persen, menurut saya justru jauh lebih besar dari 30 persen itu," katanya. Di era sekarang dengan pengawasan yang ketat, sulit bagi para pelaksanakegiatan untuk melakukan penyimpangan, meski memang masih saja terjadi tapi intensitasnya sudah jauh berkurang. "Kita sekarang berusaha untuk mengikis kebocoran-kebocoran dalam penggunaan anggaran, meski memang ada dampaknya yakni pembangunan sektor riil dan usaha kecil menengah kurang berkembang akibat pengucuran dana lambat," ujarnya. Namun, menurut dia itu merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi, tapi ke depan akan dicarikan solusi yang lebih baik sehingga pembangunan sektor riil dan UKM ini bisa berjalan lancar.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007