Pontianak (ANTARA News) - Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak, Lily Sadi`ah, mengatakan bahwa telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Tetanus Neonatorum menyusul adanya peningkatan kasus penderita pada Februari - April yang menewaskan lima bayi. "Sesuai petunjuk dari pusat, kalau terjadi satu kasus tetanus saja sudah dinyatakan KLB, apalagi kalau sudah lima kasus," kata Lily Sadi`ah, kepada wartawan di Pontianak, Sabtu. Ia menjelaskan, dari data yang ada, kasus tetanus di Pontianak mulai tahun 2000 dan 2001, pada tiap tahunnya ditemukan satu kasus bayi meninggal, kemudian tahun 2002 dengan dua kasus, tahun 2003 dengan tiga kasus, tahun 2004 dengan enam kasus, tahun 2005 dengan dua kasus, tahun 2006 dengan satu kasus, dan tahun ini dengan lima kasus. "Jika melihat data tersebut, maka menunjukkan kematian bayi akibat tetanus cukup tinggi. Padahal dalam program nasional diharapkan pada tahun 2005 sudah tidak ada lagi kasus tetanus neonatorum di Indonesia," kata Lily. Ia menjelaskan, kematian lima bayi akibat tetanus tahun ini terjadi saat pertolongan persalinan oleh dukun beranak. Karena sewaktu memotong tali pusat menggunakan alat yang tidak steril dan tidak diberikan obat anti septik. Rata-rata bayi meninggal pada usia 7 hingga 14 hari setelah lahir. Oleh karena itu, ia menyatakan, agar setiap pasangan yang akan menikah agar calon istrinya diberikan suntikan imunisasi tetanus (TT) dan melengkapi dosis TT hingga lima kali. Karena setelah mendapat imunisasi TT, akan kebal selama 25 tahun. Lily menambahkan, tali pusat bayi yang baru lahir adalah daerah paling rawan terkena penyakit tetanus. Sehingga sangat diperlukan penanganan serius oleh tenaga medis yang profesional. Selama puput tali pusat belum lepas maka si bayi masih dalam pengawasan tenaga medis. "Kami sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak lagi menggunakan jasa dukun beranak dalam proses persalinan, tetapi masih ada saja masyarakat yang menggunakan jasa tersebut," katanya. Sementara itu, Walikota Pontianak, Buchary Abdurrachman, mengatakan bahwa sangat prihatin dengan besarnya angka kematian bayi akibat penyakit tetanus. Ia menghimbau agar warga tidak lagi menggunakan jasa dukun beranak. "Kalau tidak ada biaya untuk proses bersalin di Puskesmas atau rumah sakit, sebaiknya warga yang tidak mampu mengajukan Asuransi Kesehatan Miskin (Askeskin), agar bisa mendapatkan perawatan yang layak," katanya. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperlihatkan, kematian akibat tetanus di negara berkembang 135 kali lebih tinggi dibanding negara maju. Di Indonesia sekitar 9,8 persen dari 184.000 kelahiran bayi menghadapi kematian. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007