Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Selasa sore relatif stabil dengan hanya menguat 31 poin dari 13.320 per dolar AS menjadi 13.289 per dolar AS.

Menurut analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada, sejumlah kebijakan yang direncanakan presiden AS Donald Trump masih menjadi faktor penahanan penguatan dolar di pasar global, sehingga investor cenderung melepas aset dalam denominasi dolar AS.

"Tampaknya hal yang akan dilakukan oleh Trump masih memberikan ketidakpastian bagi ekonomi Amerika Serikat, sehingga mata uangnya cenderung negatif. Imbasnya, tentu mata uang Asia terapresiasi, termasuk rupiah," katanya.

Ia menambahkan bahwa penguatan nilai tukar rupiah juga didukung oleh kondisi ekonomi Indonesia yang relatif kondusif ditengah ketidakpastian global. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada 2016 tumbuh 5,02 persen (year on year/yoy).

"Data pertumbuhan ekonomi itu tampaknya tidak menghalangi laju rupiah untuk terapresiasi," katanya.

Di sisi lain, lanjut dia, harga minyak yang relatif masih stabil di kisaran level 52 dolar AS per barel juga masih berdampak positif bagi mata uang berbasis komoditas.

Terpantau, harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Selasa (6/2) sore ini berada di level 52,83 per barel. Sementara minyak mentah jenis Brent Crude di posisi 55,54 dolar AS per barel.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa sebagian investor mengambil posisi hindar aset beresiko, dolar AS dinilai cukup berisiko mengingat data ekonomi AS masih bervariasi.

"Sentimen itu masih membuat dolar AS cenderung tertekan terhadap mayoritas mata uang global," katanya.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa ini mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp13.322 dibandingkan Senin (6/1) Rp13.329.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017