Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mendesak Forest Stewardship Council (FSC) segera melakukan evaluasi terhadap "1994 rule" agar sesuai dengan kondisi Indonesia.

"Karena aturan (1994 rule) ini menjadi hambatan terbesar bagi industri di Indonesia untuk bisa disertifikasi oleh FSC," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Produk Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ida Bagus Putera, dalam pernyataan tertulis pada International Board Meeting FSC, di Yogyakarta, Selasa.

FSC adalah organisasi nirlaba internasional yang memiliki wewenang memberikan sertifikasi produk kehutanan.

Menurut Ida Bagus, peraturan FSC yang disebut "1994 rule" itu memiliki prinsip tidak akan mensertifikasi lahan hutan tanaman industri (HTI) yang dikonversi setelah tahun 1994.

Padahal, tegasnya, sebagian besar HTI di Indonesia baru dibangun setelah 1994. "Maka itu, pemerintah berusaha membantu dengan mengusulkan ke FSC agar syarat deforestasi dalam 1994 rule itu diubah. Ini juga akan menunjang penetrasi FSC di Indonesia," kata Ida Bagus.

Di sisi lain, FSC pun menyadari usulan pemerintah tersebut memang perlu diperhatikan, mengingat hal ini menjadi persoalan besar bagi industri hasil hutan di Indonesia. Bahkan bagi perusahaan-perusahaan besar Indonesia, seperti APP dan APRIL, yang selama ini merasa sangat sulit disertifikasi di bawah peraturan tersebut.

Hartono Prabowo, perwakilan FSC untuk Indonesia, mengatakan lembaga nirlaba internasional yang memiliki wewenang memberikan sertifikasi produk hasil hutan ini memang sedang melakukan proses evaluasi terhadap aturan itu. "Kalau FSC hanya mengandalkan hutan alam saja, jelas sangat sulit bagi dunia bisnis untuk memenuhi permintaan itu," kata Hartono.

Evaluasi terhadap "1994 rule" juga menjadi upaya FSC untuk bersikap lebih adil. Menentukan standar dengan memerhatikan kondisi lokal, salah satunya di Indonesia, adalah cara bersikap adil.

"Terlebih, saat ini FSC masih menggunakan standar global terhadap semua negara," kata Hartono.

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017