Guwahati (ANTARA News) - Menteri besar Nagaland, negara bagian terpencil di India timur laut, mundur setelah menghadapi tekanan pasca-kegagalannya mengatasi unjuk rasa diwarnai kekerasan selama beberapa pekan.

Kelompok suku di negara bagian itu menggelar unjuk rasa menentang upaya memberi perempuan suara politik lebih kuat.

Mantan Menteri Besar T.R. Zeliang mengumumkan rencana memberikan sepertiga dari kursi di perkotaan untuk perempuan pada Januari, yang memicu unjuk rasa kelompok adat, yang didominasi laki-laki, yang mengatakan itu bertentangan dengan hukum adat.

Unjuk rasa itu, yang dimulai pada 27 Januari, berubah menjadi kekerasan setelah kelompok suku itu membakar kendaraan milik pemerintah dan menutup jalan. Dua orang tewas dan lusinan terluka.

Pemilihan untuk anggota lembaga perwakilan negara bagian, yang dijadwalkan pada 1 Februari, ditunda karena kekerasan dan keguncangan itu.

"Saya mundur dari jabatan," kata Zeliang memastikan kepada Thomson Reuters Foundation melalui telepon dari Kohima, ibu kota negara bagian itu, pada Senin. Ia menolak menanggapi alasan undur dirinya.

Meskipun Menteri Kepala Nagaland yang baru akan dilantik pada Rabu, para aktivis mengatakan pengunduran diri Zeliang adalah sebuah kemunduran dalam perjuangan untuk perempuan India yang mencari suara yang sama dalam membentuk kebijakan di tingkat lokal dan pusat di negara ini.

Nagaland belum pernah memilih legislator wanita. Undang-undang adat di negara itu juga melarang perempuan memimpin Dewan Desa, memiliki tanah dan hak waris.

Mahkamah Agung India tahun lalu mengeluarkan keputusan yang mendukung petisi dari perhimpunan ibu Nagaland, kelompok utama hak wanita negara bagian itu, dan memerintahkan pihak berwenang menyiapkan kursi bagi perempuan dalam pemilihan dewan perkotaan.

"Itu akan sangat sulit bagi menteri kepala yang baru," kata

Monalisa Changkija, penulis feminis, yang menonjol.

"Di satu sisi, Anda memiliki kewajiban konstitusional, namun pada sisi lain, Anda memiliki dewan suku, yang menentang masalah undang-undang reservasi perempuan," katanya.

Gejolak di Nagaland adalah refleksi yang lebih luas dari sikap-sikap patriarkal yang dihadapi oleh perempuan India dalam politik.

Di negara demokrasi terbesar di dunia, perempuan memegang hanya 12 persen kursi di majelis bawah dan atas parlemen, menurut Persatuan Antarparlemen - hanya lebih dari separuh rata-rata global, yaitu 23 persen.

Undang-undang perlindungan untuk perempuan itu -yang menyediakan sepertiga dari kursi di majelis nasional dan negara bagian untuk wanita- diperkenalkan pada 1996 dan disahkan majelis tinggi India pada 2010. Undang-Undang itu tidak pernah disahkan di majelis rendah.

(Uu.G003/B002)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017