Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI) mencatat setidaknya ada sebanyak tujuh perusahaan tambang besar yang tengah terjerat kasus hukum. Ketua MPI, Herman Afif Kusumo, di Jakarta, Kamis, menilai kasus-kasus hukum itu telah menyebabkan kerugian bagi sektor pertambangan dan proses penanganannya telah berlangsung secara tidak adil. "Kami menilai proses hukum di sektor pertambangan yang berlangsung sekarang ini telah dilakukan secara berlebihan. Kami merasa didzalimi," katanya. Ketujuh perusahaan adalah PT Newmont Minahasa Raya yang menambang emas di Sulut, PT Suryacipta Rezeki di Kepri dengan komoditas pasir darat, satu perusahaan tambang batu besi di Kepri, dan PT Karimun Granit juga di Kepri dengan komoditas granit. Selain itu, PT Tambang Timah di Bangka Belitung berupa tambang timah, PT Koba Tin di Bangka Belitung dengan komoditas timah, dan PT Inco di Sultra berupa tambang nikel. Menurut dia, ketujuh perusahaan dijerat dengan pelanggaran pasal yang sama, yakni pencemaran lingkungan, penambangan ilegal, dan hutan lindung. "Pengenaan pasal-pasal itu seharusnya tidak perlu terjadi kalau instansi pemerintah dapat melakukan koordinasi dengan baik," katanya. Herman mengatakan standar pencemaran lingkungan untuk pembuangan limbah B3 yang menjadi dasar menjerat para pelaku sekarang ini masih dalam tahap negosiasi. Kriteria tailing sebagai limbah B3 masih dalam proses peninjauan dan kriteria perusakan lingkungan terkait aktivitas pertambangan juga belum ada aturannya. "Soal kegiatan penambangan ilegal juga masih menjadi masalah, karena ketujuh perusahaan telah memiliki izin yang sah," katanya. Mengenai soal hutan lindung, sebenarnya proses izin pinjam pakai Departemen Kehutanan merupakan proses administrasi yang bisa segera diselesaikan. "Kami melihat kasus hukum ini harusnya tidak masuk pidana, namun perdata karena lebih pada kebijakan korporasi dalam kerangka perjanjian pertambangan," katanya. Herman menduga, kasus-kasus pertambangan tersebut merupakan akibat persaingan usaha dengan tujuan membangkrutkan perusahaan bersangkutan. "Kami tidak tahu adakah orang lain di belakang kasus ini," katanya. Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Irwandy Arif, menambahkan kalau kasus hukum itu berlarut-larut, maka akan memberikan dampak negatif bagi investasi pertambangan. "Kasus-kasus ini semakin memperburuk iklim investasi di sektor pertambangan yang sejak reformasi lalu tidak ada investasi yang masuk," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007