Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi memvonis pemilik Surya Dumai Group, Marthias alis Pung Kian Hwa, dengan hukuman 18 bulan penjara dalam kasus korupsi pengusahaan lahan kelapa sawit di Kalimantan Timur (Kaltim). Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor di Jakarta, Kamis, majelis hakim yang diketuai Gusrizal dalam amar putusan menilai terdakwa bersalah telah menyalahgunakan kedudukannya sebagai dewan direksi Surya Dumai Group untuk memerintahkan pengurusan perijinan perusahaan kayu yang mengakibatkan kerugian negara. Selain memvonis penjara 18 bulan, majelis juga menghukum terdakwa membayar denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara dan membayar ganti kerugian negara Rp4,6 miliar dan bila tidak dibayar satu bulan setelah ada kekuatan hukum tetap akan dipenjara satu tahun penjara. "Marthias alias Pung Kian Hwa dalam kapasitasnya sebagai board of director memerintahkan Tony Chandra dan Paulus Tanuhardja untuk mengurus perijinan sejumlah perusahaan di Kalimantan Timur," kata Gusrizal. Dalam prosesnya, masih menurut majelis, meski tidak lengkap secara administrasi dan teknis, ijin pengusahaan kayu (IPK) atas 11 perusahaan yang berada dibawah kelompok Surya Dumai Group diluluskan. "Hal tersebut kemudian menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp5,167 miliar berdasarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan tersebut tanpa melalui prosedur yang benar," ujar majelis. Dalam pertimbangan majelis, perbuatan terdakwa tersebut melanggar hukum sesuai pasal 3 jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana sesuai dakwaan subsider. Meskipun terdakwa bukan pegawai negeri, masih menurut majelis, namun tetap dapat didakwa dengan menggunakan pasal tersebut karena pada pasal 3 untuk kata kewenangan dalam unsur menyalahgunakan jabatan dan kewenangan dapat dintepretasikan pegawai negeri yang tidak punya jabatan fungsional atau perseorangan swasta. "Dari kalimat itu dapat disimpulkan kata "jabatan" dapat disimpulkan berlaku bagi pegawai negeri yang mempunyai jabatan fungsional sementara kata "kedudukan" dapat berlaku bagi pegawai negeri sipil yang tidak miliki jabatan fungsional atau bagi perseorangan yang bekerja diperusahaan swasta," kata hakim anggota majelis, Ugo saat membacakan pertimbangan hukum. Atas perintahnya kepada Tony Chandra dan Pulus Tanuhardja, maka Marthias oleh majelis dinilai bertanggung jawab atas timbulnya kerugian negara akibat ijin yang dimiliki oleh sejumlah perusahaan tersebut dalam pengusahaan kayu yang didapat dengan cara yang salah. Meski demikian majelis menolak perhitungan kerugian negara yang dipaparkan oleh ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diajukan oleh jaksa penuntut umum. "Dalam perhitungan ahli dari BPKP sepanjang 2002-2004 kerugian negara mencapai Rp346,823 miliar dari penjualan kayu yang dilakukan perusahaan - perusahaan tersebut. Namun kayu tersebut kami memandang itu legal jadi perhitungan kerugian negara dari ahli kami tolak," ujar Ugo. Oleh karena itu terdakwa diwajibkan membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSH) dan Dana Reboisasi (DR) untuk 70.227 meter kubik kayu masing-masing untuk PSH senilai Rp5,714 miliar dan DR senilai Rp1,5 miliar. "Dari keterangan saksi dalam persidangan PSH-DR telah dibayarkan, meski demikian unsur merugikan keuangan negara tetap terpenuhi secara formil," kata majelis. Meski telah dibayarkan tunggakan PSH-DR tersebut, majelis menilai terdakwa tetap harus mengembalikan keuntungan yang didapat dari kegiatan 11 perusahaan dengan ijin yang dimiliki tidak melalui prosedur yang benar. "Dari pengakuan terdakwa terdapat keuntungan yang diperoleh sebesar Rp4,6 miliar dan itu harus dikembalikan kepada negara sebagai uang pengganti," tegas ketua majelis hakim Gusrizal saat membacakan amar putusan. Pendapat Berbeda Hakim anggota II Slamet Subagyo memiliki pendapat berbeda dari putusan majelis tersebut. Ia menilai terdakwa memenuhi unsur dakwaan primair yaitu melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) kesatu jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana. "Terdakwa telah memerintahkan Tony Chandar untuk mengurus perijinan sejumlah perusahaan dan menyimpang dari prosedur yang ada yaitu permohonan langsung Dirjen Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan (PHP) Departemen Kehutanan yang seharusnya melalui Kanwil Kehuatan terlebih dahulu," kata Slamet. Dari 11 perusahaan yang memiliki ijin, hanya dua yang menjalankan operasional penanaman kelapa sawit sedangkan sembilan lainnya tidak melakukan penanaman kelapa sawit meski telah menebang pohon. "Kerugian negara akibat hal tersebut sebesar Rp4,6 miliar," katanya. Menanggapi vonis tersebut, Marthias merasa perbuatannya tidak melanggar hukum dan ia mengaku telah mengikuti semua prosedur aturan yang berlaku. Baik terdakwa, penasehat hukum maupun JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU yaitu ganti rugi kepada negara sebesar Rp346 miliar dan sembilan tahun penjara serta membayar denda sebesar Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007