Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Senin pagi, menguat menjadi Rp8.885/8.890 per dolar AS dibanding posisi penutupan akhir pekan lalu pada level Rp8.955/9.011 atau naik 70 poin. Kenaikan rupiah yang cukup tajam itu, karena didukung oleh melemahnya dolar AS yang tertekan oleh data penyerapan tenaga kerja AS sektor non pertanian (Non Payroll AS) yang menurun," kata Analis Valas PT Bank Mega Tbk, Adrian HP, di Jakarta, Senin. Ia mengatakan dolar AS terhadap yen melemah, setelah data lapangan kerja non pertanian di luar dugaan merosot dan hanya mampu menyerap 88.000 orang pada April dari perkiraan sebelumnya 100.000. Padahal pada Maret 2007 penyerapan tenaga kerja mencapai 180.000 orang, ujarnya. Melemahnya data tersebut menekan dolar AS terhadap yen menjadi 120,05 dari sebelumnya 120,20, euro terhadap dolar AS stabil pada 1,3591. Sementata tingkat pengangguran di AS meningkat menjadi 4,5 persen pada April dari bulan sebelumnya 4,4 persen. Rupiah, menurut dia, cenderung terus menguat hingga mendekati level Rp8.800 per dolar AS sesuai dengan perkiraan sejumlah analis bahwa rupiah akan bisa mencapai level tersebut. Mata uang lokal itu sebenarnya sudah berada di level Rp8.800 per dolar AS, apabila Bank Indonesia (BI) tidak menghambat, karena ada pihak lainnya yang berkepentingan dirugikan, BI hanya menjaga stabilitas rupiah tidak merugikan salah satu pihak. Namun dukungan terhadap rupiah yang terus terjadi mengakibatkan BI untuk sementara membiarkannya dan pada saat nanti akan masuk pasar untuk segera melakukan intervensi, tuturnya. Rupiah, lanjutnya, selain itu juga mendapat dukungan dengan membaiknya pasar saham regional yang terpicu oleh membaiknya bursa Wall Street. Sejumlah indeks di Asia mengalami kenaikan seperti indeks Nikkei meningkat sebesar 1,6 persen, indeks Kospi naik 0,6 persen, dan indeks SP/ASX 200, Australia bertambah 0,3 persen. Rupiah pada penutupan pasar nanti diperkirakan akan bisa mencapai level Rp8.800 per dolar AS bahkan melebihi, karena kuatnya dukungan pasar baik dari internal maupun eksternal. Namun pada saat ini, pemerintah sedang memfokuskan pada perombakan kabinet, namun reshuffle itu kemungkinan tidak akan banyak berpengaruh terhadap kegiatan perdagangan baik finansial maupun saham. Apalagi perombakan itu hanya mengganti sejumlah menteri dan tidak merombak seluruh menteri yang telah diangkat sebelumnya, demikian Adrian. (*)

Copyright © ANTARA 2007