Jakarta (ANTARA News) - DPR menilai pergerakan dan pertumbuhan sektor riil masih harus memperoleh perhatian serius dari pemerintah, karena pergerakan itu lamban dan hal itu disebabkan kurangnya dukungan sektor perbankan nasional. Demikian pernyataan Ketua DPR, Agung Laksono, pada Rapat Paripurna DPR dengan agenda Pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2006-2007 di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin. "Kelambanan pertumbuhan sektor riil menjadi perhatian serius DPR, mengingat salah satu persoalan pokok yang dihadapi sektor riil saat ini adalah kurangnya dukungan perbankan nasional," kata Agung. Padahal, kata Agung, dana pihak ketiga di lembaga-lembaga perbankan jumlahnya cukup besar. Hal ini berbeda dengan tingkat penyaluran kredit oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang "loan to deposit ratio-nya" sudah rata-rata mencapai angka 100 persen. Karena itu, DPR menilai perbankan nasional masih saja ragu dan bahkan sebagian besar bank di Indonesia termasuk bank-bank BUMN lebih memilih membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) daripada menyalurkan kredit kepada sektor riil, padahal BI sudah menurunkan tingkat suku bunga SBI menjadi 9 persen. "Apabila kondisi ini terus berlanjut, maka upaya untuk mendorong pencapaian target pertumbuhan ekonomi (PDB) sebesar 6,3 persen tahun 2007 akan terganggu dan sektor riil tidak akan berjalan dan sulit diharapkan menyerap angkatan kerja baru," kata Agung. Masalah kinerja BUMN juga mendapat pengamatan serius DPR RI. Sampai saat ini, jumlah perusahaan negara masih cukup banyak dengan jumlah aset sekitar Rp1.400 triliun. Namun kinerjanya masih saja memprihatinkan. Bahkan ada BUMN yang terus-menerus merugi. "Untuk itu harus dilakukan pengawasan secara intensif atas kinerja seluruh BUMN dan kinerja kementerian BUMN melalui komisi di DPR," katanya. Diharapkan, kata Agung, nantinya BUMN dapat lebih mandiri dan dapat bersaing dengan perusahaan swasta. BUMN yang terus-menerus merugi harus dilakukan perampingan (restruktursisasi). (*)

Copyright © ANTARA 2007