Washington (ANTARA News) - Ledakan yang luar biasa besarnya mencabik sebuah bintang yang ukurannya diduga 150 kali lebih besar dari Matahari kita di sebuah galaksi yang relatif dekat dalam ledakan planet paling kuat dan paling bersinar yang pernah terlihat, kata beberapa astronom Senin. Dan ada satu bintang seperti itu di galaksi Bima Sakti kita sendiri yang tampaknya berada di ambang kematian dan diduga akan mengalami ledakan yang luar biasa besarnya seperti itu. Kematian dramatis bintang dalam bentuk ledakan mungkin telah terjadi dalam suatu jenis ledakan langka bintang yang luar biasa besarnya (supernova) yang terjadi pada bintang-bintang "yang luar biasa besarnya". Para ahli perbintangan telah berspekulasi mengenai keberadaan bintang semacam itu yang sebelumnya tak pernah mereka saksikan. Supernova, yang diberi nama sebagai SN 2006gy, terjadi pada jarak 240 juta tahun cahaya di satu galaksi yang disebut NGC 1260, dan dipelajari dengan menggunakan pengamatan dari Chandra X-ray Observatory yang mengorbit, milik NASA, serta teleskop optik yang mengarah ke Bumi. Ledakan itu terjadi sudah lama tapi dideteksi tahun lalu, setelah cahayanya menjelajah selama triliunan kilometer sebelum dapat terlacak dari Bumi. "Itu sepertinya sangat jauh, tapi sesungguhnya sangat dekat dalam konteks alam semesta yang sangat luas ini," kata astronom Nathan Smith dari University of California di Berkeley, yang memimpin penelitian tersebut, pada suatu taklimat. Supervona itu ditemukan pada September 2006, dan berada pada jarak yang sangat jauh sekali dan paling kuat serta paling bersinar yang pernah diamati, kata Smith, seperti dilaporkan Reuters. "Pada kenyataannya, bahkan setelah masa setahun itu, setelah lewat 200 hari, supernova tersebut agak memudar tapi masih tetapi sama bersinar dan normalnya dengan puncak supervona," kata Smith. Supernova menandai kematian satu bintang dalam ledakan yang spektakuler. Para ilmuwan mengatakan peristiwa itu memainkan peran penting dalam penciptaan anasir berat melalui sintesis dan fusi nuklir dan kemudian mendorong mereka ke ruang angkasa, dengan memenuhi kosmos dengan logam. Para ilmuwan mengesampingkan penjelasan lain yang mungkin bahwa apa yang mereka saksikan adalah ledakan satu bintang kecil putih yang berisi massa yang berada sedikit lebih jauh dari matahari. Inti yang terhapus Astrofisikawan Mario Livio mengatakan supernova tersebut mungkin telah terjadi dari suatu jenis mekanisme ledakan yang hanya ada dalam kalkulasi teroritis. Ia mengatakan generasi bintang pertama di alam semesta mungkin telah mati dengan cara semacam itu. Dalam suatu supernova normal, inti dari suatu bintang ambruk ketika bintang itu kehabisan bahan bakar, dan membentuk satu bintang neutron atau suatu lubang hitam, dengan anasir berat yang tak cukup dan terhempas ke antariksa. Namun supernova tersebut tampaknya merupakan hasil dari inti yang tidak ambruk tapi malah terhapus dalam suatu ledakan yang melontarkan semua materinya ke antariksa, kata para ilmuwan itu. Dave Pooley dari University of California di Berkeley mengatakan bintangnya tampak serupa dengan Eta Carinae, satu bintang yang barangkali 100 sampai 120 kali massa matahari dan berada pada jarak 7.500 tahun cahaya di dalam galaksi Bima Sakti. Tak pernah terjadi supernova di dalam galaksi kita selama lebih dari 400 tahun, kata Pooley. Satu tahun cahaya sama dengan sekitar 10 triliun kilometer, jarak cahaya melintas dalam satu tahun. Kalau saja Eta Carinae tak meledak jadi supernova, kata Pooley, "itu akan sangat terang sehingga anda dapat melihatnya selama siang hari, dan anda bahkan dapat membaca buku di bawah sinarnya pada malam hari". Livio menyatakan Eta Carinae memiliki ledakan yang luar biasa selama Abad XIX sehingga meninggalkannya dalam bentuk jam pasir. Ia mengatakan bintang tersebut dapat meledak kapan saja. "Ini dapat terjadi besok, ini dapat terjadi 1.000 tahun dari sekarang," kata Livio. "Apakah ada resiko hidup di Bumi akibat ledakan ini? Tidak juga," katanya. Livio mengatakan Bumi dapat terpengaruh kalau ada pancaran sinar gamma yang berpotensi membahayakan atmosfir dan kehidupan, tapi tipis peluang peristiwa itu mengarah langsung ke Bumi. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007