Jakarta (ANTARA News) - Calon hakim agung dari kalangan hakim karir, Abdul Wahid Oscar, harus tergagap di depan tujuh anggota Komisi Yudusial (KY) saat ditanya soal UU Mahkamah Agung dan UU Kekuasaan Kehakiman. Oscar yang mendapat giliran pertama dalam wawancara seleksi calon hakim agung di Gedung KY, Jakarta, Kamis, menjawab tidak bisa mengingat nomor dan tahun kedua UU tersebut. "UU MA nomor berapa? Dan kalau UU Kekuasaan Kehakiman nomor berapa?" tanya Wakil Ketua KY Thahir Saimima. Oscar yang telah 39 tahun berkarir menjadi hakim itu menjawab, "UU MA Nomor empat atau lima, kalau UU Kekuasaan Kehakiman saya tidak begitu ingat, maaf". Thahir pun segera mengoreksi jawaban Oscar, "UU MA itu Nomor 5 Tahun 2004, sedangkan UU Kekuasaan Kehakiman No 4 Tahun 2004". Oscar yang saat ini menjabat hakim tinggi pengawas di Mahkamah Agung (MA) hanya terdiam mendengar jawaban Thahir itu. Suami anggota DPR dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Tumbu Saraswati, itu juga ditanya oleh anggota KY soal apa yang ingin dia ubah jika terpilih menjadi hakim agung. "Seorang hakim tidak bisa mengubah dunia," ujar Oscar menjawab pertanyaan anggota KY Chatamarrasjid. Ketika didesak untuk menjawab, Oscar akhirnya mengatakan ia ingin agar penanganan perkara di MA lebih dipercepat. Sebagai hakim tinggi pengawas, ia menuturkan, banyak keluhan dari masyarakat soal lambatnya penanganan perkara di MA. "Jika MA bisa memberi batas waktu untuk memutus perkara dalam waktu enam bulan, maka mengapa MA tidak bisa beri pembatasan waktu untuk hakim agung sendiri," ujarnya. Ketua KY Busyro Muqoddas meminta klarifikasi dari Oscar tentang laporan masyarakat yang masuk ke KY bahwa ia pernah memutus bebas terdakwa perkara pidana hamil di luar nikah, Roby Kusuma, dengan korban bernama Suhartinah, saat menjadi hakim di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta. Oscar mengaku tidak bisa mengingat lagi perkara itu. Ia mengatakan, hanya mengingat putusan perkara perdata gugatan hamil di luar nikah. Saat itu, lanjut dia, ia mengabulkan sebagian gugatan korban dengan memutuskan bahwa anak di luar nikah itu adalah anak biologis dari pria yang menghamili korban. Namun, Oscar mengatakan, putusannya itu kemudian dibatalkan di tingkat banding. Sebelum menjabat hakim tinggi pengawas di MA, Oscar sempat melanglangbuana di sejumlah daerah sebagai hakim, di antaranya hakim di PN Wanapu, PN Wates, PN Ciamis, dan PN Canjur, dan PN Jakarta Barat. Ia juga pernah menjabat Wakil Ketua PN Rangkasbitung. Pencalonan Oscar sebagai hakim agung di antaranya direkomendasikan oleh anggota Komisi III Mahfud MD. Sebagai hakim tinggi, Oscar memiliki total harta kekayaan Rp116 juta dengan penghasilan Rp7,6 juta per bulan. 16 Calon KY mulai Kamis, 10 Mei 2007 hingga Selasa, 15 Mei 2007 menggelar wawancara terhadap 16 calon hakim agung.Sebanyak 16 calon hakim agung yang tersisa itu terdiri atas 10 hakim karir dan enam non karir. Ke-10 calon yang berlatar belakang hakim karir adalah Hakim Tinggi Pengawas MA Abdul Wahhid Oscar, Ketua TUN Makassar I Ketut Suradnya, Ketua PT Agama Semarang Khalilurrahman, Hakim Tinggi PT Bandung Mahdi Soroinda Nasution, Ketua PT Manado M Zaharuddin Utama, Wakil Ketua PT Lampung Mohammad Saleh, Ketua PT Agama Pekanbaru Mukhtar Zamzami, Ketua PT Kendari R Bukaidi Zulkifli, Panitera MA Satri Rusad, dan Wakil Ketua PT Palembang Suparno. Sedangkan enam calon yang berasal dari non karir adalah Staf ahli Menkumham Bidang Pengembangan Budaya Hukum Achmad Ubbe, Lektor Kepala Fakultas Hukum Universitas Mataram Anang Husni, Mulyoto yang berprofesi sebagai notaris di Boyolali, Resa Bayun Sarosa yang berprofesi sebagai advokat di Probolinggo, pensiunan jaksa Robert Sahala Gultom, dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Sudjito. Pada Kamis, KY menggelar wawancara terhadap empat calon, yaitu Abdul Wahid Oscar, Achmad Ubbe, I Ketut Suradnya, serta Anang Husni. Saat ini, Achmad Ubbe mendapat giliran wawancara. Oleh anggota KY Soekotjo Soeparto, Ubbe ditanya soal rumahnya yang terlihat paling mencolok di antara tetangganya di Kompleks Perwira Polri Pulogadung, Jakarta Timut. Ubbe menjelaskan, ia menempati rumah itu karena fasilitas yang didapat oleh istrinya yang seorang perwira menengah di kepolisian. Menurut dia, karena ia dan istrinya sama-sama bekerja, maka mampu untuk" mendandani" rumah itu sehingga terlihat berbeda dari para tetangganya. Ia menjawab, pekerjaan istrinya di bidang logistik Polri tidak ada sangkut pautnya dengan renovasi tempat tinggalnya. Ubbe yang berlatar belakang peneliti dan mendalami hukum pidana sebelum bekerja sebagai staf ahli Menkumham Bidang Pengembangan Budaya itu memiliki kekayaan Rp1,354 miliar.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007