Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan pihaknya belum menerima laporan kebocoran soal ujian nasional berbasis komputer (UNBK) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) meskipun penyelenggaraannya masih diwarnai dengan berbagai kendala teknis.

"Hingga saat ini, belum ada laporan mengenai kebocoran UNBK," ujar Retno di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan FSGI membuka posko pengaduan UNBK di 29 kota atau kabupaten, seperti Bima, Mataram, Batam, DKI Jakarta, Tangerang, Medan, Indramayu, Garut, Tasikmalaya, Pekalongan, dan lainnya.

Posko dibuka sejak 3 sampai dengan 13 April 2017. Pengaduan disampaikan melalui situs FSGI, akun media sosial FSGI, pesan singkat, dan surat elektronik.

"Dari seluruh pengaduan, FSGI belum menerima pengaduan adanya kebocoran soal maupun kunci jawaban UNBK."

Selama tiga hari ini, FSGI menerima tujuh jenis aduan, yaitu sebagai berikut, kepala sekolah hutang kesana kemari karena ketiadaan biaya penyelenggaraan akibat dana BOS yang belum cair atau diterima sekolah.

Keterlambatan dana BOS terjadi di Tasikmalaya dan Garut (Jawa Barat). Kepala Sekolah hutang pihak ketiga untuk menyelenggarakan UNBK. Harga "server" yang mahal, pengadaan jaringan dengan "bandwith" memadai juga tak murah, belum lagi penyedian "laptop" atau komputer jinjing untuk memenuhi ketentuan 1 : 3.

"Dana sekolah yang terbatas lebih diperparah dengan dana BOS belum cair atau diterima sekolah, sehingga banyak kepala sekolah terpaksa mencari hutangan."

Kedua, sekolah kewalahan menyediakan sarana dan prasarana UNBK. Banyak sekolah yang belum memiliki sarana dan prasarana laboratarium komputer yang memadai, sehingga sekolah kewalahan menyediakan "server" dengan kualifikasi memadai dan sejumlah komputer dengan persyaratan perbandingan satu komputer untuk tiga peserta ujian.

Pemenuhan perbandingan tersebut mengakibatkan sekolah harus bekerja keras mencari pinjaman "laptop" kepada orang tua peserta didik dan para guru, bahkan yang dipinjam bisa mencapai puluhan laptop.

"Mayoritas sekolah di daerah kewalahan menyiapkan sarana dan prasarana, baik itu komputer maupun jaringan LAN dan internet sesuai spesifikasi yang ditentukan Kemdikbud, bahkan sejumlah sekolah di Jakarta juga meminjam laptop kepada murid dan guru," ungkapnya.

Hal ini terjadi di sejumlah sekolah di wilayah Mataram, Bima, DKI Jakarta, Tangerang, Pandeglang, Jambi, Bengkulu, Kota Medan, Batam, Tasikmalaya, Garut, Bogor dan Indramayu.

Ketiga, para pencuri memanfaatkan sekolah yang lemah keamanannya, terjadi peristiwa kehilangan 20 unit laptop di SMKN 4 Kabupaten Tangerang, padahal dari unit komputer yang dimiliki sekolah tersebut diperbandingkan dengan jumlah peserta ujian masih kekurangan 16 unit, sehingga saat persiapan UNBK total kekurangan komputer mencapai 36 unit.

"Untungnya masalah ini terselesaikan karena sekolah dipinjamkan laptop oleh para siswanya."

Keempat, kendala teknis di lapangan persoalan teknis muncul di sejumlah daerah, misalnya, di SMKN 10 Bima yang mana dari 30 komputer ada tiga komputer mengalami "error" dan gagal "login".

Kelima, jadwal UNBK rata-rata di sekolah negeri terbagi tiga sesi, jika ada kendala teknis misalnya "login" ke server pusat maka waktu ujian pun akan mundur dari jadwal yang semestinya.

Keenam, masih ada UN berbasis kertas seperti di Bima (NTB) ada dua SMK negeri yang tidak mengikuti UNBK tetapi menggunakan ujian kertas yaitu SMKN 4 dan SMKN 6 Bima. Waktu tes UNBK tidak sama ditemukan dilapangan untuk sekolah di wilayah Bima yang menggunakan "paper test" masuk jam 08.00 dan keluar jam 10.30. Seharusnya juklak juknis SMK UNBK 2017 masuk jam 10.30 keluar jam 12.30 waktu setempat.

Ketujuh, terjadi permasalahan teknis di lapangan seperti di SMK di kota Pekalongan, sudah diingatkan dari awal data login agar jangan dipasang di meja peserta ujian, tapi ternyata tetap dipasang di meja, akhirnya peserta ujian salah login, mereka login pakai data sesi dua, akibatnya peserta ujian yang sesi dua akhirnya tidak bisa login, karena sudah dibuka soalnya dengan token di sesi satu.

"FSGI mengamati bahwa munculnya kesalahan-kesalahan teknis di lapangan selain karena kesiapan komputer dan internet, juga karena pemerintah tidak menyiapkan proktor dengan baik. Menurut pengakuan beberapa proktor, mereka terpaksa harus belajar sendiri, dengan fasilitas sendiri yang terkadang jauh dari memadai," cetus dia.

Pewarta: Indriani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017