Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengatakan pengalihan sawah untuk pembangunan pabrik dapat diterima dengan alasan mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dibanding persawahan. Ketika memberikan sambutan dalam acara peringatan 40 tahun Perum Bulog di Gedung Bulog Jakarta, Kamis, Wapres menyatakan, dari tujuh juta hektar (ha) lahan sawah di Indonesia saat ini kurang lebih 100 ribu ha beralih fungsi tiap tahunnya karena pertumbuhan penduduk yang memerlukan rumah, pabrik dan jalan yang semuanya dibangun di atas lahan sawah. "Itu tidak pernah jadi persoalan karena sawah itu maksimal hanya menyediakan lapangan kerja 4 orang per hektar. Sedangkan pabrik bisa menyerap 200 orang per hektar. Jadi tidak apa-apa kita ubah. Karena kalau tidak, malah banyak orang yang menganggur," katanya. Dalam acara yang dihadiri sejumlah mantan Kabulog seperti Bustanil Arifin, Rahardi Ramelan dan Beddu Amang itu, Wapres menyatakan, untuk mengganti area sawah yang beralih fungsi menjadi pabrik tersebut harus dilakukan perluasan lahan dan diversifikasi. Namun, tambahnya, perluasan butuh infrastruktur pengairan, yang justru selama masa krisis belum pernah dibuat bahkan untuk memeliharanya saja mengalami kesulitan. Kalla menegaskan, hal yang paling penting dilakukan saat ini adalah meningkatkan produktivitas pertanian dalam 5-7 tahun sehingga kebutuhan 34 juta ton beras per tahun dapat dipenuhi. "Itu tugas kita semua, pemerintah dan para ahli. Itu bukan pekerjaan yang sulit. Negara lain sudah mejalankan," ujarnya. Wapres yang juga mantan Kabulog itu menyatakan, dalam perjalanan sejarahnya, Indonesia hanya 1-2 tahun tidak impor beras. Menurut dia, ada dua alasan kenapa terpaksa impor beras. Pertama, pertambahan penduduk 1,5 persen per tahun dan yang kedua alih fungsi sawah mencapai 1,5 persen per tahun. Dikatakannya, Indonesia saat ini harus memiliki stok beras hingga 2 juta ton. Jumlah tersebut diperoleh dari defisit beras 1 juta ton dalam stok pemerintah selain itu juga untuk stok yang harus setidaknya selama 2 minggu, berarti jumlahnya 1,5 juta ton atau untuk lebih amannya, 2 juta ton. "Itu yang harus terus menerus dijalankan. Karena kalau Indonesia ada masalah, Bulog yang mengeluarkan stok. Karena Indonesia negara kepulauan, harusnya stok Indonesia lebih tinggi," katanya. Ia menambahkan, dengan pertambahan penduduk hingga 1,5 persen per tahun, maka produktivitas beras harus ditingkatkan sebesar 3 persen secara terus menerus. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007