Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah pada pekan depan berpeluang menguat hingga mencapai Rp8.600 per dolar AS, mengingat terus membaiknya berbagai indikator ekonomi makro Indonesia. "Makin rendahnya laju inflasi Indonesia menunjukkan ekonomi nasional terus tumbuh yang memicu rupiah menguat hingga mencapai level Rp8.600 per dolar AS," kata ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, di Jakarta, akhir pekan ini. Rupiah sebelumnya sempat mencapai Rp8.750 per dolar AS, namun pada perdagangan akhir pekan ini (11/5) terkoreksi hingga mencapai Rp8.835 per dolar AS. Penguatan rupiah yang terdorong oleh aktifnya pelaku asing menempatkan dananya di pasar saham dan pasar uang ini nampaknya memang dibiarkan Bank Indonesia (BI), katanya. Rupiah, lanjut Fauzi, masih bisa menguat lagi, apalagi BI menyatakan rupiah akan stabil pada kisaran antara Rp8.500 hingga Rp9.500 per dolar AS. "Karena itu, investor asing makin aktif membeli rupiah. Mereka yakin BI tidak akan melakukan intervensi pasar apabila rupiah masih dalam kisaran tersebut," katanya. Meski demikian, katanya, kenaikan rupiah memberikan dampak negatif terhadap eksportir, karena produk yang dijual ke luar negeri harganya menjadi lebih mahal, sedang importir memperoleh keuntungan dengan membaiknya rupiah. Indonesia saat ini merupakan pasar potensial yang bisa memberikan laba lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, katanya. Pasar saham maupun pasar uang Indonesia masih menarik investor asing yang menempatkan dananya cukup besar, sehingga mendorong indeks saham maupun rupiah menguat tajam. Di pasar uang, pelaku asing membeli instrumen BI seperti Surat Utang Negara dan bermain di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), karena mereka menilai Indonesia masih merupakan pasar potensial untuk mencari keuntungan. Tingkat suku bunga Indonesia yang dinilai masih tinggi dibanding negara-negara lainnya di Asia merupakan salah satu faktor yang memicu investor asing aktif masuk ek Indonesia. "Investor asing mendapat pinjaman dolar AS dengan bunga pinjaman sebesar 5,5 persen. Mereka kemudian menukarnya dengan rupiah untuk membeli obligasi dengan memperoleh bunga sebesar 10 persen yang mendapat mendapat keuntungan dari selisih bunga sebesar 4,5 persen," katanya. Dengan kondisi ini, katanya, kenaikan rupiah akan kembali normal dalam dua bulan mendatang dan bisa kembali melemah pada level Rp9.000 per dolar AS. (*)

Copyright © ANTARA 2007