Jakarta (ANTARA News) - Direktur PT Portanigra, Benny Purwanto Rahmat, bersama kuasa hukum PT Portanigra akan menemui Komisi II DPR di Senayan, Jakarta, Senin (14/5) untuk memberi klarifikasi terkait rencana eksekusi tanah di Meruya Selatan. Anggota tim pengacara PT Portanigra dari Kantor Hukum Yan Juanda Saputra & Partners, Zerry Syafrial, di Jakarta, Minggu, mengungkapkan bahwa pihaknya akan membeberkan duduk perkara yang sebenarnya di depan kalangan DPR, disertai dengan bukti-bukti otentik kepemilikan lahan seluas lebih dari 44 hektare. "Kami akan menjelaskan secara gamblang, posisi kami sebagai korban yang sejak awal belum menikmati apa-apa dari lahan yang secara sah kami miliki," katanya. Ia mengungkapkan, dalam pertemuan yang rencananya juga dihadiri Direktur PT Portanigra, Benny Purwanto Rahmat, itu pihaknya akan meluruskan persepsi masyarakat yang selama ini menilai pelaksanaan eksekusi berupa penggusuran tempat hunian di Meruya Selatan. "Yang akan dieksekusi adalah lahan yang saat ini kosong, bukan pemukiman warga," lanjutnya. Lahan yang kosong itu, lanjutnya, saat ini sekira 15 hingga 20 hektare. Pelaksanaan eksekusi itu sendiri direncanakan berlangsung pada 21 Mei 2007. "Meski demikian, kami juga berempati terhadap warga yang juga menjadi korban, kita terbuka untuk dialog dengan pihak mana pun," ujar Zerry. Dalam pertemuan yang rencananya dijadwalkan mulai pukul 14.00 WIB itu, Zerry mengaku telah menyiapkan semua dokumen yang menunjukan PT Portanigra adalah pemilik sah lahan yang kini menjadi lokasi pemukiman warga dan sejumlah fasilitas umum dan fasilitas sosial. "Kami ingin hukum ditegakkan di negeri ini," katanya. Keputusan eksekusi lahan Meruya Selatan merujuk ke permintaan PT Portanigra dalam sengketa melawan H. Juhri bin Haji Geni, Muhammad Yatim Tugono dan Yahya bin Haji Geni. Pengadilan negeri (PN) Jakarta Barat mengabulkan permohonan eksekusi atas nama pemohon, PT Portanigra. Keputusan tersebut ditetapkan oleh PN Jakarta Barat pada 9 April 2007. Putusan yang ditandatangani Ketua PN Jakarta Barat, Haryanto SH, itu berdasarkan putusan PN Jakarta Barat tertanggal 24 April 1997 No.364/PDT/G/1996/PN.JKT.BAR jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tertanggal 29 Oktober 1997 Nomor 598/PDT/1997/PT.DKI dan jo Putusan Mahkamah Agung tanggal 26 Juni 2001 Nomor 2863 K/Pdt/1099. Pemilik tanah yang akan terkena eksekusi sebanyak 5.563 Kepala Keluarga (KK) atau sekitar 21.760 jiwa, meliputi warga di perumahan karyawan Wali Kota Jakarta Barat, Kompleks perumahan DPR 3, Perumahan Mawar, Meruya Residence, Kompleks Perumahan DPA, perkaplingan BRI, Kompleks Perkaplingan DKI, Green Villa, PT Intercon Taman Kebon Jeruk dan Perumahan Unilever. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007