Jakarta (ANTARA News) - Deputi Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) bidang Pendanaan Pembangunan Lukita Dinarsyah Tuwo memperkirakan "monitoring" pinjaman luar negeri pemerintah pada 2006 selesai pada awal Mei 2007. "Kira-kira dua minggu lagi selesai. Sekarang masih finalisasi untuk periode triwulan IV/2006," kata Lukita kepada ANTARA News di Gedung Departemen Keuangan (Depkeu) Jakarta, Senin. Untuk pinjaman luar negeri, data Bank Indonesia (BI) menyebutkan, "outstanding" pinjaman luar negeri pemerintah hingga Desember 2006 mencapai 74,126 miliar dolar Amerika Serikat (AS), dan pinjaman dalam negeri pemerintah hingga 19 April 2007 mencapai Rp779,605 triliun, yang berasal dari penerbitan obligasi negara. Sumber pinjaman luar negeri terbesar pemerintah sampai saat ini adalah Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Japan Bank for International Corporation (JBIC). Ditanya pers tentang strategi pinjaman luar negeri pemerintah (CBS/Country Borrowing Strategy) 2006-2009, Lukita menyebutkan bahwa sampai saat ini hal itu masih dalam pembahasan oleh Departemen Keuangan. Namun, dia tidak menyebutkan kapan CBS tersebut harus diselesaikan, padahal pada akhir bulan lalu usulan proyek dan program yang akan dibiayai pinjaman dan hibah luar negeri seperti tertuang dalam "Blue Book" atau Daftar Rencana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (DRPHLN) 2006-2009 telah ditandatangani oleh Meneg PPN/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta. Berdasarkan PP 2/2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Luar Negeri, penyusunan "blue book" seharusnya berdasarkan strategi peminjaman tersebut. Sebelumnya, Sekretaris Utama Bappenas menyatakan jumlah utang luar negeri baru yang akan ditarik selama periode 2007-2009 mencapai sekitar 10 miliar dolar AS, atau sekitar 25 persen dari total usulan pengajuan utang luar negeri oleh seluruh kementerian/lembaga negara, BUMN, dan pemerintah daerah, yang mencapai 40,1 miliar dolar AS. Target rasio utang pemerintah terhadap PDB pada RPJMN 2004-2009 adalah sekitar 32 persen, sedangkan saat ini rasionya sudah lebih rendah daripada 40 persen. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007