Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung (Jakgung), Hendarman Supandji, menyarankan bahwa kasus kerusuhan 1998 sebaiknya diarahkan ke pelanggaran hukum Hak Asasi Manusia (HAM) biasa guna memudahkan pengungkapannya. "Dengan pasal HAM biasa pasal 338 dan 339 tabir gelap kasus itu akan bisa diungkap. Dalam KUHP bisa dilihat siapa yang menyuruh melakukan, yang melakukan atau turut serta melakukan bisa kena semua," katanya di Jakarta, Senin. Usai Sidang Kabinet di Kantor Presiden, ia menimpali, "Jadi, dengan mengarahkan pada kasus HAM biasa itu bisa kena semua, jadi kenapa harus dengan HAM berat?" Menurut Hendarman, dengan mengarahkan kasus itu ke kasus pelanggaran HAM biasa, juga bisa mengungkap dalang dari kejadian itu, karena pembuktian kasusnya lebih mudah dilakukan dari pada menjadikannya kasus HAM berat. Ia menjelaskan, selama ini pengungkapan kasus Kerusuhan 1998 yang diarahkan sebagai pelanggaran HAM berat sulit untuk diungkap, karena membutuhkan pembuktian yang menyeluruh dan sistematis. Selain itu, untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM berat perlu ada persetujuan dari DPR sebagai syarat untuk memenuhi azas retroaktif. "Untuk membuktikan unsur itu tidak gampang. Salah satunya harus ada persetujuan DPR untuk memenuhi azas retroaktif," katanya. Hendarman mengusulkan, agar kasus kerusuhan 1998 dibuka kembali dengan mengarahkannya pada kasus pelanggaran HAM biasa selama masa kadaluarsa kasus ini belum terlewati. "Kedaluarsanya 18 tahun, sehingga sekarang belum kedaluarsa. Kalau umpamanya pelaku-pelakunya TNI akan diselidiki POM TNI, sedangkan kalau pelakunya sipil dan TNI dilakukan pengadilan koneksitas, hukumnya memberikan peluang," katanya. Hendarman menambahkan, hal ini bukanlah sebuah terobosan karena Undang-Undang (UU)-nya sudah ada, namun belum dimanfaatkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007