Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Divisi Pengembangan Usaha PT LEN Industri Agus Iswanto membantah ada pembagian uang sebesar Rp8 miliar terkait aliran dana dalam proyek pengadaan paket KTP elektronik (KTP-e).

"Ini di BAP saudara soal penerimaan uang, ada pembagian uang sebesar Rp8 miliar," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Abdul Basir dalam lanjutan sidang KTP-e dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis.

"Uang Rp8 miliar itu adalah salah satu kebijakan LEN yaitu dana pemasaran. Saya bertugas untuk mengajukan dana tersebut dan mendapatkan tugas dari direksi. Untuk pembagiannya itu direksi yang tentukan," jawab Agus.

Agus mengaku dirinya bertugas untuk mengajukan dana tersebut karena sesuai dengan kebijakan PT LEN Industri.

"Dana pemasaran itu diajukan oleh kepala divisi, saat itu saya kepala divisi pengembangan usaha," kata Abraham.

"Pembagiannya bagaimana?," tanya Jaksa Basir.

"Ada Pak Dirut Rp2 miliar, Abraham Rp1 miliar, saya Rp1 miliar, Damar Rp1 miliar, Andra Rp1 miliar, itu dana pemasaran. Kebetulan saat itu juga pas ulang tahun PT LEN dan saya sebagai ketua panitia, saya diberikan anggaran untuk ulang tahun PT LEN," jawab Agus.

"Apakah pembagian saat KTP-e berjalan?," tanya Jaksa Basir.

"Pembagian itu kalau tidak salah sudah selesai pada 2013," jawab Agus.

"Untuk KTP-e dapat berapa nilai kontraknya?," tanya Jaksa Basir.

"Itu Rp800 miliar sekian, dinaikkan 18 persen jadi Rp1,1 triliun," jawab Agus.

"Apakah Rp1,1 triliun itu ada yang dialirkan dari manajemen sebagai "fee" untuk konsorsium?," tanya Jaksa Basir.

"Tidak ada," jawab Agus.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa mantan Direktur Utama PT LEN Industri Wahyudin Bagenda menerima Rp2 miliar dan Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN Industri masing-masing mendapatkan sejumlah Rp1 miliar terkait proyek KTP-e sebesar Rp5,95 triliun itu.

PT LEN Industri diketahui sebagai salah satu anggota konsorsium dalam proyek pengadaan KTP-e bersama dengan PT Quadra Solution, PNRI, PT Sandipala Arthaputra, dan PT Sucofindo.

Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017