Surabaya (ANTARA News) - Koordinator Hubungan Masyarakat (Humas) Lapindo Brantas Inc, Yuniwati Teryana MBA, meminta warga korban lumpur panas di Porong, Sidoarjo untuk mau menerima fasilitas dalam bentuk uang kontrak dan uang jaminan hidup (jadup). "Saya prihatin, jangan lakukan seperti itu (mogok makan). Saya minta untuk memanfaatkan fasilitas yang kami berikan yakni uang kontrak dan jadup," ujarnya usai berbicara dalam seminar "Mencari Penyelesaian Dampak Sosial Yang Ditimbulkan Bencana Lumpur Lapindo" di Surabaya, Senin. Usai menghadiri seminar di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang menampilkan pakar lingkungan hidup Unair Dr Suparto Widjojo, anggota DPRD Jatim M Mirdasy, Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kabupaten Sidoarjo Hisjam Rosidi, dan sebagainya itu, ia menjelaskan uang kontrak dan uang jadup merupakan hak pengungsi. "Hari ini, saya mendengar ada 29 KK (kepala keluarga) lagi yang menerima uang kontrak (Rp5 juta/KK untuk dua tahun) dan uang jadup (Rp300 ribu/bulan untuk 6 bulan hingga 9 bulan). Itu hak mereka, karena itu mereka yang menerima jangan dimarahi teman-temannya," ucapnya. Menurut dia, hidup di pengungsian bersifat sementara dengan fasilitas yang minim. Karena itu, bila ingin tidak seperti itu, maka sebaiknya para pengungsi mengambil uang kontrak dan uang jadup. "Jangan begitu (mogok makan), karena hal itu tidak ada gunanya. Hidup di pengungsian memang minim. Hingga kini, kami sudah mengeluarkan sekitar Rp1,4 triliun untuk penanganan sosial dan penangggulangan lumpur, sedangkan kami menyiapkan Rp3,8 triliun hingga Rp4 triliun," ungkapnya. Ia menyatakan, pengungsi yang sudah mengambil uang kontrak dan uang jadup hingga kini mencapai 37 ribu jiwa. "Kalau yang lain berbeda (tidak mengambil), nanti kami dianggap tidak adil. Apalagi fasilitas yang mereka nikmati di pengungsian sangat minim," paparnya. Ditanya alasan pemberian uang kontrak dan jadup melalui pemerintah kabupaten (Pemkab) Sidoarjo dan bukan langsung dari Lapindo kepada korban lumpur, ia mengaku. Lapindo tidak memiliki warga/pengungsi, sebab mereka adalah warga dari pemerintah daerah setempat. "Jadi, kami nggak bisa jalan sendiri, karena pengungsi itu bukan milik kami, melainkan miliknya Pemkab setempat," tegasnya. Permintaan senada juga dikemukakan Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kabupaten Sidoarjo Hisjam Rosidi. "Jangan mogok, tapi ambil saja uang kontrak dan uang jadup untuk menata hidup menjadi lebih baik, ketimbang hidup di pengungsian yang serba nggak enak," ucapnya. Dalam kesempatan itu, pakar hukum lingkungan hidup Dr Suparto Widjojo mengusulkan kepada DPRD Sidoarjo, DPRD Jatim, dan DPR RI untuk melakukan interpelasi atas kinerja bupati, gubernur, dan pemerintah pusat dalam penanganan masalah lumpur yang hampir setahun tidak ada kepastian penanganannya, baik sosial maupun penutupan sumber luapan lumpur panas itu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007