Pyongyang (ANTARA News) - Pejabat hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakhiri kunjungannya ke Korea Utara (Korut) pada Senin (8/5) dan mendesak para pejabat berusaha memerangi stigma dan bahasa merendahkan mengenai kaum difabel.

Catalina Devandas-Aguilar, pelapor khusus PBB mengenai hak orang dengan disabilitas, adalah pakar hak asasi manusia pertama dari PBB yang diberi akses ke Korea Utara, yang pada Desember meratifikasi sebuah konvensi internasional mengenai hak orang-orang difabel.

Dalam sebuah konferensi pers di Pyongyang, dia menjelaskan penemuan awal selama kunjungannya, termasuk mengenai bagaimana orang-orang difabel dipandang dan diperlakukan.

"Saya merekomendasikan pemerintah untuk terlibat dalam kampanye meningkatkan kesadaran guna memastikan terminologi yang benar dipakai untuk merujuk pada orang-orang difabel," katanya sebagaimana dikutip kantor berita AFP.

"Saya juga diberi tahu bahwa keluarga enggan memperlihatkan anak-anak dan orang dewasa difabel ke masyarakat, dan bahwa perempuan dewasa dan anak-anak lebih malu berpartisipasi dalam aktivitas komunitas karena stigma kuat yang ditempelkan pada penyandang disabilitas."

Devandas-Aguilar mencatat bahwa upaya hanya berfokus pada para tunarungu dan tunanetra, dan mengatakan dia hanya berinteraksi dengan satu orang yang menggunakan kursi roda.

Dia menyayangkan bahwa beberapa pertemuan – termasuk dengan pengadilan pusat dan Kementerian Tenaga Kerja – tidak dilakukan dan bahwa dia tidak punya kesempatan untuk mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan jiwa.(mu)


Baca juga: (DPR AS setuju perketat sanksi Korea Utara)

Baca juga: (AS minta ASEAN minimalkan hubungan dengan Korea Utara)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017