Jakarta (ANTARA News) - Forum Komunikasi dan Konsolidasi Daerah Pengolah Migas (FKK-DPM) meminta pemerintah dan DPR menyetujui usulan pajak lingkungan sebesar 0,5 - 1 persen dari total produksi dalam revisi UU No 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi, kata Ketua FKK-DPM dr H Andi Sofyan Hasdam, Sp S yang kini menjabat Walikota Bontang, Kaltim. "Usulan presentase pajak lingkungan dan RUU Revisi UU No 34/2000 sesuai aspirasi dari 10 kabupaten/kota pengelola minyak dan gas alam (migas) untuk anggaran pelestarian lingkungan hidup, sosial bagi korban terkena dampak lingkungan dan korban PHK pekerja pengelola migas," katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu. Menurut Sofyan Hasdam, sesuai UU No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah bahwa bagi hasil sektor migas terbagi atas 70 persen milik pemerintah pusat dan 30 persen pemerintah daerah (pemda). Dari 30 persen jatah pemda itu terbagi lagi menjadi 12 persen untuk pemda kab/kota penghasil, 6 pemprov dan 12 persen dibagi rata ke seluruh pemda kab/kota. Karena itu, FKK-DPM beranggotakan 10 kab/kota yakni Kota Bontang, kOTA Kota Balikpapan, Kota Dumai, Kota Palembang, Kota Prabumulih, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Indramayu, kabupaten Langkat dan Kabupaten Sorong mendukung revisi UU No 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi yang didalam batang tubuh RUU revisi itu terdapat Pajak lingkungan. "Kami berharap tim Pansus Eksekutif dan Legeslatif revisi UU No 34/2000 dapat menerima usulan besaran pajak lingkungan sebesar 0,5 - 1 persen dari total produksi migas bagi aderah pengelola, agar dana tersebut mampu untuk melestarikan lingkungan hidup dan memberikan bantuan sosial kepada korban dampak lingkungan dan korban PHK," katanya. Sofyan Hasdam memberikan contoh, akibat kecilnya pembagian hasil kepada pengolah migas dan tiadanya pajak lingkungan saat ini, Pemkot Bontang tidak mampu lagi mengatasi krisis listrik khususnya untuk anggaran penyediaan bahan bakarnya. "Adanya pajak lingkungan dalam UU Pajak Daerah nantinya, maka daerah pengolah migas akan mampu mendanai masalah lingkungan secara terpadu dalam upaya melestarikan lingkungan hidup, seperti kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan serta korban sosial bagi pekerja yang ter-PHK," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007